Lihat ke Halaman Asli

Menikahlah karena Kamu Sudah Tua

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Percaya gag percaya, ini adalah hal-hal yang “umumnya” dialami oleh para wanita, atau bahkan priayang sudah menginjak umur kepala dua.

Tiga hari yang lalu adalah hari Minggu [gag nanya]. Maksud saya, hari itu sepupu saya, yang sebaya dengan saya, menikah. Sebelumnya, jarak kurang lebih dua minggu, sepupu saya, yang lebih muda dari saya, juga sudah menikah.

Sudah tahu kemana arah pembicaraan saya? Betul sekali. Pertanyaan-pertanyaan wajib itu muncul [kembali]. Sudah sering saya mendengarnya. Tapi kali ini lebih kerasa kenceng kedengarannya.

“Kapan nyusul?”

“Ayo, habis ini ke Sukoharjo ya,..”

Dan blah-blah-blah,..

Capek. Diemin aja. Jawaban yang paling gampang, mrenges. Eh, mungkin mrongos juga. Itu kukira sudah cukup. Sudah cukup capek meladeni pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Ya maklum saja. Saya, dan juga kita semua hidup dalam masyarakat yang apa ya,..hmm pokoknya sesuatu banget [hahaha]. Jadi gini. Kita hidup dalam masyarakat yang:

‘kamu sudah cukup umur, cepetan nikah’.

‘cewek yang sampai umur 25 belum nikah berarti gag laku’

‘jangan jadi perawan tua’.

Banyak lagi yang lain.

Saya tidak habis pikir, kenapa mereka suka sekali ‘memburu-buru’ kita, maksud saya, menyuruh kita untuk cepet menikah. Padahal, kita mungkin juga punya pilihan sendiri, entah pilihan untuk menunda usia pernikahan atau bahkan tak menikah, dengan berbagai alasan. Menikah seperti sebuah pelabuhan akhir dari setiap perjalanan hidup yang kita lalui. Bagaimana tidak? Capek-capek kuliah, setelah lulus hanya disuruh ‘jadi manten’.

Ya memang menikah itu baik. Banyak kebaikan yang didapat dari menikah. Tetapi menurut saya, akan lebih baik jika kita tidak ‘memaksa’ dan ‘membuat bersalah’ para wanita dengan stigma-stigma itu. Saya sebagai seorang wanita, yang mengalami juga hal-hal seperti itu, merasa ‘tertekan’ dan ‘bersalah’. Saya ingin masyarakat [dan terutama para orangtua] memberikan alternatif kepada para wanita. Artinya, mereka bisa memiliki banyak pilihan tanpa perlu merasa terpaksa. Bisa memilih untuk menunda usia pernikahan karena memang belum merasa mantap dan siap untuk berumah tangga, bisa memilih menjadi ibu rumah tangga dan tidak perlu merasa minder karena itu, bisa memilih menjadi wanita dengan profesi, menikah dan tidak ingin punya anak karena tidak ingin menambah ledakan penduduk, atau ingin tidak menikah. Jadi pilihan bisa dilaksanakan tanpa perlu merasa frustasi.

Bagaimana menurut Anda???




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline