Lihat ke Halaman Asli

Reshuffle Saja Cukupkah Jika Gaya Kepemimpinan Sang Presiden Tidak Ikut Berubah..?

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Isu yang paling santer dalam minggu ini adalah reshuffle kabinet. Menurut saya, reshuffle hingga dilakukan seribu kalipun tidak akan dapat memberikan dampak yang luar biasa apabila tidak diikuti oleh perubahan gaya kepemimpinan sang presiden. Saya teringat ucapan dari Jack Welch yang mengatakan “before you are a leader, success is all about growing yourself but when you become a leader, success is all about growing others.” Hal tersebut bisa diartikan bahwa pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Seperti pernah saya katakan pula dalam postingan sebelumnya, saat ini kita rakyat Indonesia seperti anak ayam kehilangan induk karena tidak lagi memiliki pemimpin-pemimpin yang berkarakter yang dapat memimpin rakyat ini dari mulai lembaga terendah seperti camat hingga pucuk yang tertinggi .

Tanggung jawab dan hal yang penting bagi seorang pemimpin sejatinya adalah dapat melahirkan pemimpin baru untuk dapat memberikan wewenang sedemikian rupa sehingga para bawahannya dapat berinisiatif, berinovasi dan berani mengambil keputusan dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan. Bila pemikiran seperti ini dilakukan secara terus menerus dan berjenjang mulai dari presiden ke bawahannya seperti menteri dan kepala daerah. Begitu pula para menteri mengimplementasikan pula kepada para dirjen, gubernur kepada para bupati dan begitu seterusnya secara berjenjang hingga ke tingkat yang paling bawah maka tidak mustahil akan banyak lahir pemimpin-pemimpin baru.

Saya mencoba menganalogikan negara ini sebagai suatu perusahaan yang sangat besar yang di dalamnya begitu banyak SDM dan juga SDA, lembaga negara, aparat negara dan kita rakyatnya dimana semua itu merupakan stakeholdernya sedangkan presiden adalah CEO nya. Seorang CEO adalah seorang pimpinan yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan dari perusahaan yang dipimpinnya. CEO harus dapat memimpin sebuah tim dengan menciptakan sebuah budaya yang kuat di antara tim yang ia pimpin dan secara terus menerus mendorong mereka untuk bersemangat dalam melakukan pekerjaannya masing-masing. CEO andal akan mudah untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Inilah apa yang harus dimiliki: kemampuan untuk tampil dengan pantas dan wajar dengan tidak berlebihan untuk mengamati sekitarnya dan memberikan tanggapan berdasarkan apa yang ia tangkap. CEO harus pula mampu bertindak sigap dan cekatan kapan pun dan di mana pun. Bukan sekedar hati-hati namun amat lamban dalam pengambilan keputusan. Seorang CEO yang cakap akan mampu untuk segera mengambil keputusan yang penting dengan sangat cepat dan akurat dengan menggunakan metode SWOT. Berani mengambil keputusan dengan resiko yang paling kecil.

Mungkin SBY haru belajar kepada seorang Robby Johan mantan direktur Bank Mandiri. Dalam suatu buku yang pernah saya baca, Bpk Agus Martowardoyo (mentri keuangan) yang dulu merupakan bawahan dari Bapak Robby Johan pernah mengungkapkan bahwa Robby Johan adalah seorang pemimpin yang berani untuk mengambil keputusan-keputusan sulit secara cepat namun bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya. Selain itu beliau juga dikenal amat melindungi anak buahnya dengan mengambil alih tanggung jawab sepenuhnya sepanjang bawahannya telah melakukan apa yang telah digariskan. Ia juga memberikan kepercayaan penuh untuk mendelagasikan tugas dan wewenangnya tetapi bila ada masalah, ia dengan cepat turun tangan dan membantu dengan solusi yang tepat. Bandingkan dengan gaya kepemimpinan SBY saat ini. Kasus century, kasus mafia pajak, kasus Nazarudin dibiarkannya berlarut-larut hingga menjadi bola liar kemana-kemana dengan alasan tidak ingin mengintervensi hukum. Benar adanya jika hukun tidak boleh diintervensi bila memang hukum dan peradilan kita telah berjalan dengan sebagaimana mestinya. Namun jika hukum kita masih babak belur seperti ini tidak ada salahnya jika beliau memerintahkan dengan tegas kepada seluruh aparat hukum, kepolisian, kejaksaan untuk segera menuntaskan dengan secepatnya kalau perlu memberikan suatu terobosan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang presiden.

Saya tidak pernah meragukan kecerdasan seorang SBY. Menurut saya, beliau merupakan salah satu pemimpin kita yang dapat dikatakan sebagai visionary leader. Namun sayang, visionary leadernya tidak dibarengi dengan kemampuan untuk dapat memimpin dengan baik dan cakap. Seorang yang ditakdirkan sebagai pemimpin seharusnya selalu bertindak sebagai sorang pemimpin. Dia harus tahu kapan saatnya berada di depan, ditengah maupun dibelakang. Mungkin SBY juga harus belajar kepada seorang Mahatma Gandhi yang selalu menyadari bahwa lahan kerjanya adalah ditengah-tengah rakyat, maka ia selalu berperilaku, berpikir dan berbuat seperti layaknya rakyat India. Kharisma seorang Gandhi bukan berasal dari sekedar pencitraan yang dibangun seperti layaknya sebuah produk iklan. Namun kharisma yang didapatnya berasal dari integritas dan ambisi untuk mewujudkan kepentingan rakyatnya.

Atau mungkin juga SBY harus berguru kapada mantan PM Singapura Lee Kwan Yew yang memiliki visi menjadikan negara Singapura sebagai the Switzerland of the east. Untuk mencapai visi itu, Lee berpikir sebagai seorang pemimpin untuk beberapa puluh tahun kemudian. Dan sekarang telah terbukti, pemikiran Lee saat itu dan kerja kerasnya menggunakan pariwisata, service industry dan keamanan menjadikan Singapura sepeti yang kita kenal saat ini.

Menurut filsuf Cina yang dipopulerkan oleh Lao Tzu, ada empat macam gaya pemimpin. Yang pertama adalah pemimpin yang berhasil menyelesaikan tugas besar, dicintai dan dipuja oleh para pengikutnya. ( Mungkin Bung Karno masuk dalam pemimpin seperti ini..?). Yang keduaadalah pemimpin yang menggunakan ancaman dan menakut-nakuti anak buahnya untuk mencapai tujuan.( gaya pak Harto kah..) Selanjutnya gaya pemimpin yang ketiga adalah pemimpin yang sering menggunakan tipu daya dan kekuasaan yang sewenang-wenang untuk mencapai kekuasaan.( Semoga pemimpin kita tidak ada yang seperti ini). Sedangkan yang terakhir adalah pemimpin yang setelah selesai mencapai tujuan dan menunaikan tugasnya tidak segan berkata kepada para pengikutnya bahwa sukses itu adalah keberhasilan bersama. ( Semoga kelak SBY bisa seperti ini).

Dari lubuk hati yang terdalam, saya sebagai rakyat tentu mendoakan supaya SBY selalu diberi kesehatan dan juga kekuatan untuk terus dapat memimpin negara ini hingga batas waktunya. Amin YRA.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline