Lembaga advokasi BPJS Watch mengatakan, "realita sesungguhnya" bahwa video seorang petugas medis yang menunjukkan perbedaan antara layanan BPJS Kesehatan dan pasien umum telah menjadi viral. Sebuah video yang dibagikan di TikTok memperlihatkan tiga petugas kesehatan yang menunjukkan perbedaan perlakuan pelayanan antara pasien BPJS Kesehatan dan pasien umum menjadi viral di media sosial. Video yang dibagikan akun @rampoeng mendapat kecaman dari netizen dan dokter. Meski kemudian mereka telah meminta maaf.
Selama tahun 2022, lembaga advokasi BPJS watch mencatat terdapat 109 kasus diskriminasi terhadap pasien BPJS terkait pemberian obat, re-admisi, dan kepesertaan yang dinonaktifkan. Juru Bicara BPJS Kesehatan, Agustinus Fardiant mengakui upaya telah dilakukan untuk menghilangkan tindakan diskriminasi terhadap pasien BPJS. Meski diakuinya hal tersebut masih terus terjadi. Ia mengatakan, jika pasien mengalami kesulitan, mereka dihimbau untuk menyampaikan keluhannya pada berbagai layanan yang tersedia.
Masalah yang terjadi pada isu etik BPJS Kesehatan di Indonesia bermula dari tindakan diskriminasi terhadap pasien BPJS Kesehatan, yang terjadi di seluruh fasilitas kesehatan, mulai dari puskesmas hingga rumah sakit. Salah satu kasus diskriminasi inilah yang paling sering muncul terjadi di rumah sakit. Menurut Timboel, perlakuan diskriminasi itu bermula karena tarif Inasibijis atau INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) di rumah sakit dan kapitasi di puskesmas 'sangat rendah' serta tak ada kenaikan sejak 2016 sampai 2022.
Tarif INA-CBGs adalah paket layanan yang didasarkan pada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur, meliputi seluruh sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun non medis. Sedangkan kapitasi merupakan standar tarif yang dibayarkan untuk fasilitas kesehatan dan praktik dokter.
Bedanya, ujar Timboel, tarif kapitasi di puskesmas telah dibayarkan terlebih dahulu sesuai dengan jumlah peserta. Sementara rumah sakit, sistemnya klaim. Pada tahun 2024, Kementerian Kesehatan memutuskan menaikkan tarif INA CBGs sebesar 9,5% dengan begitu diharapkan perlakuan diskriminatif tersebut tidak akan terjadi lagi.
Data BPJS Watch tahun 2022, menunjukkan bahwa ada 109 kasus kecurangan yang dilaporkan. Di tingkat puskesmas, diskriminasi sering kali terjadi dalam bentuk pemberian obat yang tidak sesuai dengan jatah, memaksa pasien untuk membeli obat tambahan dengan biaya sendiri. Sedangkan di rumah sakit, kasus yang paling sering dilaporkan adalah re-admisi, di mana pasien yang belum sembuh sepenuhnya dipulangkan dan kemudian diminta untuk kembali lagi untuk perawatan lebih lanjut.
Banyak pasien BPJS mengalami pengalaman yang menyakitkan saat harus menunggu berjam-jam di antrian, baik untuk mendapatkan pelayanan di poli umum maupun untuk menerima obat. Seorang pasien mengungkapkan pengalaman pahitnya, di mana ia harus menunggu dari pagi hingga sore untuk mendapatkan obat yang diperlukan. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dan kegelisahan bagi pasien. Selain itu, kepastian mengenai pemberian obat juga seringkali tidak jelas. Pasien seringkali diberi tahu bahwa obat yang mereka perlukan habis, meskipun sebenarnya tidak demikian.
Hal ini menunjukkan kurangnya transparansi dan komunikasi yang baik antara rumah sakit dan pasien BPJS Kesehatan. Upaya untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan masih menjadi tantangan besar yang harus diatasi oleh semua pihak terkait.
Berikut merupakan hal-hal yang yang dapat di lakukan untuk memperbaiki beberapa permasalahan BPJS pada fasilitas kesehatan:
1. Menerapkan pelayanan yang menjunjung tinggi nilai pancasila sesuai dengan UU No 44 Tahun 2009, Pasal 2 yang berisi :
- Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial
2. Melakukan sosialisasi terkait pelayanan kesehatan dari pihak Rumah Sakit kepada seluruh pasien tanpa membedakan antara pasien BPJS dengan reguler untuk mendapatkan pelayanan terbaik. Secara umum pasien dilindungi oleh Undang-undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang no 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Oleh karena penting bagi pasien memiliki kesadaran perihal hak apa saja yang mereka dapatkan dan aturan yang berlaku sebagai perlindungan dasar pasien. Berikut merupakan 18 hak pasien yang perlu diketahui berdasarkan sesuai UU No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
- Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
- Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien
- Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi
- Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
- Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
- Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan
- Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
- Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit
- Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya
- Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
- Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
- Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
- Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya
- Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
- Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya
- Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya
- Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata maupun pidana
- Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan