Lihat ke Halaman Asli

Arina Manasikana

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah IAIN Pekalongan

Pekalongan: Pasar Kembang Cilik, Pasar Kembang Gedhe & Riyoyonan

Diperbarui: 6 Juli 2021   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dikutip dari website cintapekalongan.com. Sejarah berdirinya Kota Pekalongan tidak terlepas dari cerita perjalanan yang dilakukan oleh Bahurekso, dijelaskan bahwa Bahurekso mengawali mbabat (Bahasa Jawa: membuka jalan/ wilayah tertentu) dari Kendal, Alas Roban dan kemudian Alas Gambiran.

Sejarah lahirnya Kota Pekalongan menurut banyak cerita sejarah yang beredar baik  dari mulut ke mulut lewat sebuah acara pementasan budaya ataupun dari sebuah cerita yang ditulis, bahwa Bahurekso membuka Alas Gambiran dengan cara bertapa Ngalong.

Mulainya perjalanan babat yang dilakukan Bahurekso ini diawali dengan keberhasilan Ki Ageng Cempaluk menjadikan hutan Kendalsari sebagai Kadipaten Kendal.

Kemudian diteruskan oleh puteranya yang bernama Kyai Sundana atau Joko Bahu (Bahurekso Muda) yang pada tahun 1614 M mendapatkan kepercayaan dari Raja Mataran yang ke-3 yaitu Sultan Agung Hanyakrakusmo untuk memperluas kekuasaan Mataram di wilayah Pesisir Kilen.

Dengan membuka Alas Roban kemudian dilanjutkan membuka Alas Gambiran yang diperuntukan menjadi daerah penyuplai pangan (lumbung padi) bagi kerajaan Mataram, kemudian Alas Gambiran diresmikan menjadi Kadipaten Pekalongan pada tangal 12 Rabiul Awal 1042 H atau tanggal 25 Agustus 1622 M.

Penyebutan nama Pekalongan dengan nama Pengangsalan, menurut Raden Mas Aryo P Lelono (seorang Pengeran Mataram) yang datang ke wilayah Pekalongan sekitar tahun1865 menyebut bahwa nama Pekalongan menurupakan turunan dari kata "Along" yakni suatu kata yang dekat dengan dunia nelayan, dengan arti memperoleh hasil tangkapan ikan.

Seperti kata Pengangsalan yang hampir mirip dengan arti pendapatan. Kemudian berdasarkan kemudian DPRD Kota Besar Pekalongan pada 29 Januari 1957, nama Pekalongan berasal dari kata "A-PEK-HALONG-AN" yang berarti Pengangsalan atau Pendapatan (dari hasil laut)

Kota Pekalongan dapat dibilang sebagai salah satu daerah yang masih memegang erat tradisi/ adat-kebudayaan. Tradisi merupakan sebuah tindakan yang menyeluruh (tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua orang saja) yang memiliki batasan waktu dan ruang serta bersifat turun-temurun.

Sedangkan adat-kebudayaan merupakan bagian hasil dari  sebuah tradisi atau dapat diartikan sebagai hasil, cipta, karsa dan rasa manusia yang menyeluruh dan diakui kebenaran serta keberadaanya.

Beberapa adat kebiasaan yang masih dilakukan oleh masyarakat Pekalongan adalah Riyoyonan. Riyoyonan merupakan sebuah pesta rakyat yang dilakukan setelah melaksanakan sholat Idul Fitri, biasanya diselenggarakan di musolah/ masjid. Bukan Kota Santri namanya jika sebuah kegiatan dilaksanakan tanpa melibatkan unsur keagamaan.

Riyoyonan merupakan sebuah agenda rutin setahun sekali yang dilaksanakan masyarakat Pekalongan. Pembacaan Yasin dan Tahlil menjadi pembuka acara riyoyonan kemudian dilanjutkan dengan pesta makan bersama oleh masyarakat yang mengikutinya. Makanan yang dihidangkan biasanya beraneka macam, karena setiap rumah biasanya membawa satu menu makanan untuk acara riyoyonan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline