Lihat ke Halaman Asli

Akaza Hafsah

Mahasiswa, enterpreuner, Penyair, novelis, cerpenis dan sripwaiters

Calon Istri Tertalak

Diperbarui: 27 Februari 2020   05:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://smartlegal.id/smarticle/2018/12/07/ 

Siang itu, kasarnya panas menembus atap pabrik sampai ke batas kulit terluarku. Gerah, kusam, keringat bercucuran kurasakan. Dengan menenggak bekal air minum saja, rasa dahaga itu tak kunjung hilang. Namun, saat kulihat perempuan berkulit putih  berambut pirang itu, rasa dahaga itu tiba-tiba hilang, tergantikan hawa dingin yang mengibaskan tubuhku, sehingga rasa angin menjuntai-juntai seakan datang menghampiriku. Ini adalah kali pertama bagiku jatuh cinta kepada perempuan tak bertudung. Jika biasanya aku terpesona dengan perempuan bertudung panjang, kali ini rasanya aku terjerat panah asmara, terlalu cepat. Rasa itupun aku urungkan.

Kulihat semua laki-laki tempatku bekerja juga sedang memperhatikannya. Perempuan itu memanglah sangat cantik, lembut dan keibuan. Sapaannya yang hangat untuk semua orang pun seakan melekat dalam hati. Ingin sekali rasanya aku berpatah kata, bersenda ria dengannya. Namun sayang, perempuan yang terkenal halus itu, tak pernah melihatku sama sekali. Dan hari itu, aku merasakan kebahagiaan yang tidak pernah terlintas di benakku. Bahkan rasa itu bertambah setiap harinya.

Dari raut muka yang terpancar, kulihat dia masih terpaut muda, bahkan lebih muda daripadaku yang masih berumur 24 tahun, fikirku. Saat kucari tahu siapa namanya, dia bernama Bella. Dan melalui perantara temanku yang bernama Andi, aku berhasil mendapatkan nomornya. Namun sayangnya, aku tak memiliki keberanian untuk menghubunginya terlebih dahulu. Rasanya percuma aku mendapatkan nomornya, karena aku tak memiliki keberanian untuk menyapanya, meskipun di dalam tulisan elektronik berekspresikan emoticon ponsel.

Hingga suatu ketika, saat yang tak terduga aku bertemu dengannya di angkutan bis kota. Tak kusangka, dia juga menaiki bis angkutan yang sama saat itu, dan paling tak di sangka-sangka lagi, aku duduk di sebelahnya. Padahal awalnya aku tak tahu, jika dia adalah teman dudukku kala itu. Ternyata, dia lebih memiliki keberanian daripada aku. Dia menyapaku dengan lembutnya. Rupanya dia juga mengenaliku, meskipun dia tak tahu siapa namaku. Bagiku tak jadi soal, dia tak tahu namaku. Setidaknya, dia tahu kita pernah berjumpa. Sudah lebih daripada bukti dia pernah memperhatikanku. Kami saling berkenalan.

"Hai, kamu kerja di pabrik yang sama denganku kan?." Tanya Bella kepadaku. Awalnya aku tak percaya, bisa duduk di sepasang kursi yang melekat.

"Iya."

"Siapa nama kamu?" Tanya Bella dengan penuh percaya diri

"Ibra...Ibrahim, itu namaku" Jawabku

Sejak setelah pertemuan yang tak disangka itu, akupun memberanikan diri untuk mengajaknya pulang bersama. Menunggu bis di halte bersama dengan do'a yang setiap hari sama. Yakni, semoga bis tak kunjung tiba, agar aku bisa berlama dengannya. Sayangnya, do'a kami tak sama. Terdengar dia selalu mengucapkan agar bis cepat lewat, agar dia bisa cepat beristirahat. Padahal, melihatnya saja aku seperti beritirahat dari kepenatanku bekerja.

*******

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline