Lihat ke Halaman Asli

Kesedihan Itu Rahmat yang Rasanya Pahit

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-

Menulis ada ilmunya, sebagaimana membaca juga ada ilmunya. Dalam ilmu kepenulisan untuk kepentingan jurnalistik yang biasa dilakukan media arus utama, diajarkan tentang judul, lead, kemudian isi yang apabila panjang diberi jeda dengan sub judul - sub judul supaya pembaca tidak lelah membacanya, supaya pembaca mendapat kesempatan untuk beristirahat sebentar apabila menghendakinya.

Ilmu membaca dan menulis dalam buku kehidupan tentu tidak jauh berbeda dengan hal di atas. Setiap waktu dari pagi sampai malam sampai ketemu pagi lagi dan seterusnya, semua manusia menulis dalam buku kehidupannya, juga membaca buku kehidupan yang terbentang. Menulis dan membaca segala yang hadir dengan panca indra, melibatkan hati dan pikirannya. Sama seperti ilmu kepenulisan yang mengajarkan tentang perlunya membuat sub judul - sub judul, bisa dimaknai bahwa dalam menjalani hidup pun ada saatnya pikiran berhenti sejenak, memberikan kesempatan pada otak untuk beristirahat, mengendapkan segalanya yang hadir, memberikan kesempatan pada diri untuk lebih mendengarkan suara hati.

Niscaya, saat diam, saat jeda, saat berhenti itu, akan lebih terdengar suara-suara dalam hati, sudah tepatkah jalan yang ditempuh dalam kehidupan selama ini, sudah adilkah berlaku pada diri sendiri dan semua yang melingkupinya, sudah obyektifkah dalam melihat segala sesuatunya. Proses yang berlangsung dalam diri itu akan membantu manusia bersikap bijak dalam menghadapi hidup dan kehidupan.

Gelisah itu rahmat yang rasanya pahit, masalah itu rahmat yang rasanya pahit, kesulitan itu rahmat yang rasanya pahit, kekecewaan itu rahmat yang rasanya pahit, kesedihan itu rahmat yang rasanya pahit. Berpikir positif pada hal-hal yang tidak menyenangkan yang sedang melanda diri, akan membantu seseorang keluar dari segala beban yang menghimpit, keluar dari segala perasaan yang berkecamuk, hingga mendapatkan kebebasan yang melampuai segala rasa.

Gunakan bisikan lembut dalam hati sebagai pemimpin, bisikan lembut yang selama ini barangkali kurang diperhatikan, kurang didengarkan, sehingga suaranya semakin lemah, tenggelam, tak terdengar karena tertutup riuh rendahnya perdebatan sengit dalam pemikiran.

Ubahlah pola pikir yang selama ini membatasi dan mengungkung, ke arah pola pikir baru yang tidak membatasi, yang merdeka, yang mampu melihat dengan jernih pada apa-apa yang hadir dalam hidup dan kehidupan ini. Apakah para Nabi yang menjadi teladan hidup bagi umatnya itu sedih ketika mendapat perlakuan yang menyedihkan dalam hidupnya.

-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline