Lihat ke Halaman Asli

Label Negatif yang Menumbuhkan Konsep Diri Negatif

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ini bukti bahwa usia tua tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kedewasaan seseorang dalam berpikir dan bersikap.

Setelah melewati masa bulan madu, eforia cinta berlalu, pasangan Erna dan Jody dihadapkan pada realitas yang utuh, apa adanya. Erna yang tadinya memaklumi jadwal pekerjaan Jody yang tidak menentu, kini mulai menuntut. Ia gerah melihat suaminya sering pulang tengah malam. Erna ingin suaminya pulang sore, sehingga ia belum terlalu mengantuk saat ingin bermanja-manja di pundak suaminya. Erna, senyumnya mulai jarang terlihat, berganti cemberut, berharap suaminya mengerti.

Jody tipikal pendiam, ia merasa dulu sudah menjelaskan bahwa jam kerjanya memang tidak menentu, ia harus siap bertugas kapanpun dibutuhkan. Melihat Erna cemberut, ia diam saja, tidak bertanya, padahal Erna sangat berharap ditanya.

Sampai suatu hari, tengah malam, Jody baru pulang, baru mau melepas baju, Erna berbicara dengan marah. "Papa tidak punya perasaan, tidak pengertian, apa pekerjaan lebih penting dari aku?! Apa ada sesuatu yang lain yang dirahasiakan?!" protes Erna, dengan suara gemetar menahan amarah.

Jody hanya tersenyum, tidak berusaha menjelaskan. Erna kesal dengan sikap suaminya itu yang menurutnya ogah-ogahan, tidak peduli, tidak peka pada perasaannya. Erna meninggalkan suaminya, pergi ke tempat tidur, berangkat tidur dengan membawa marah.

Hari-hari berikutnya, letupan-letupan kecil itu berulang.

Jody yang berpikir terlalu praktis, yang bicara sekali tentang satu hal lalu berpikir seharusnya istrinya mengerti, akhirnya gusar juga, dan yang keluar dari mulutnya adalah, "Kamu selalu curiga yang bukan-bukan, apa mau kubuktikan kalau aku benar-benar punya selingkuhan."

Erna jantungnya serasa berhenti sesaat, ternyata ia belum paham sepenuhnya bagaimana karakter suaminya. Di sini, Jody juga belum paham sepenuhnya karakter istrinya. Benturan-benturan kekagetan ini harus mereka lalui di awal-awal pernikahan.

"Kenapa kamu bicara seperti itu?" kata Erna, nelangsa, butiran air matanya menetes.

"Lho, bukankah kamu selalu curiga aku bermain-main di luar rumah?" kata Jody.

"Bukan itu maksudku," kata Erna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline