[caption caption="WWW.ISLAMICTREASURE.COM"][/caption]
Dalam artikel kompasioner Araska Mada yang berjudul Saya Muslim, Saya Pilih Ahok Demi Islam menempatkan kata kafir sebagai pembeda bagi orang-orang non muslim dengan kotonasi orang-orang yang harus dimusuhi.
Bukan hanya kompasioner Araska Mada saja yang merasa lumrah mengunakan kata Kafir, banyak artikel khususnya berkaitan dengan nama Ahok sering mengunakan kata Kafir dengan tujuan mengiring kebencian terhadap Ahok sekaligus agama tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat kata kafir diucapkan dengan ekspresi kebencian. Kebencian ini dipelihara dan ditularkan secara sadar dan hal ini sudah seperti sesuatu yang lumrah.
Mengapa kata Kafir ini sering digunakan kebanyakan orang, mungkin ini diakibatkan terjadi pembiasan makna dari kata Kafir itu sendiri.
Kāfir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup. Pada zaman sebelum Islam, istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, menutup/mengubur dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa diimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri" (etimologi) Kāfir (bahasa Arab: كافر kāfir; plural كفّار kuffār) secara harfiah berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran.
Dalam terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur). (hhtp://id.wikipedia.co).
Kalau dimaknai secara benar maka kata Kafir adalah orang-orang yang mengingkari nikmat Allah dan lawan katanya adalah Syakir yakni orang-orang yang bersyukur atas nikmat Allah.
Bagaimana bisa orang menetapkan sesorang sebagai yang Kafir atau Syakir ?
Sering kita mendengar orang kebanyakan mengatakan "Elu Kafir" dan kata Kafir itu seolah melekat pada diri seseorang dan ini seolah merupakan Given (pemberian) yang tidak bisa dipungkiri dan terus melekat pada seseorang.