Di dalam sunyi yang merajalela,
Aku, sebuah monolog rasa, terhanyut.
Melangkah di lorong-lorong hati yang gelap,
Menyusuri jerat-jerat kebingungan dan keraguan.
Dalam sorot mata yang kosong,
Kuungkapkan getar-getar yang terpendam.
Rasa cemas yang melilit, rindu yang membara,
Dan harapan yang gemilang, terlukis di wajah yang terkekang.
Aku, monolog rasa yang tak terucap,
Mengadu pada angin yang berbisik lembut.
Di tengah riuhnya dunia yang terburu-buru,
Aku menari-nari, merintih dalam senyap.
Terkadang aku bertanya pada langit yang luas,
Apakah ada yang mendengar, apakah ada yang peduli?
Namun langit hanya diam, menyaksikan perjalanan panjangku,
Di antara pergumulan hati yang tak berkesudahan.
Aku, monolog rasa yang terdiam,
Merintih di sudut gelap kesendirian.
Menanti sentuhan hangat yang mampu menyembuhkan,
Dan cahaya yang menerangi lorong-lorong hatiku.
Mungkin suatu hari, dalam sunyi yang tenang,
Aku akan menemukan jawaban atas segala tanya.
Hingga saat itu, aku tetaplah monolog rasa,
Mengalir dalam gelombang kehidupan yang tak terduga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H