Lihat ke Halaman Asli

Ari Lesmana

Ketika kau nyaman di zona nyaman, keluarlah! Karena itu kesalahan.

Nasrul Abit akan Tempatkan Pejabat Berdasarkan Kompetensi dan Kinerja

Diperbarui: 10 November 2020   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jabatan eselonering di pemerintah daerah bukanlah jabatan politis, melainkan jabatan berdasarkan pangkat, kompetensi, dan kinerja. Namun, dalam praktiknya, bukan rahasia lagi bahwa jabatan eselonering menjadi "jabatan politis", khususnya kepala organisasi perangkat daerah (OPD). Kepala daerah yang terpilih akan mengangkat seseorang menjadi kepala OPD berdasarkan afiliasi politik orang tersebut. 

Misalnya, si A diangkat menjadi kepala dinas karena membantu memuluskan jalan kepala daerah untuk terpilih ketika masih menjadi peserta pilkada. Memang aparatur sipil negara (ASN) dilarang berpolitik praktis. Akan tetapi, tetap saja ada ASN yang berpolitik di belakang layar dengan cara-cara tertentu sehingga keikutsertaannya dalam politik praktis sulit dibuktikan. Hal-hal semacam itu sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat.

Banyak dampak buruk bagi jalannya roda pemerintahan akibat pengangkatan kepala OPD berdasarkan pertimbangan politik praktis seperti itu. Salah satu efeknya ialah tidak maksimal atau buruknya kinerja OPD. Mengapa begitu? Seringkali terjadi bahwa kepala OPD yang dilantik berdasarkan pertimbangan politik balas budi tadi tidak memahami pekerjaan di OPD yang ia pimpin. 

Penyebabnya, kompetensinya bukan di bidang itu. Lebih buruk lagi, kepala OPD itu hanya layak menjadi kepala OPD berdasarkan pangkatnya, tetapi tidak layak berdasarkan kompetensi dan kinerjanya. 

Di OPD-nya, pejabat seperti ini hanya mengandalkan kepala-kepala bidang. Sudah diketahui umum bahwa banyak kepala bidang yang hebat daripada kepala OPD. Kepala OPD-nya tidak tahu apa-apa kecuali memainkan proyek di OPD-nya untuk mendapatkan komisi, yang sebagiannya disetorkan kepada kepala daerah yang melantiknya.

Memang betul bahwa kepala OPD tidak mengurus hal-hal teknis secara detail seperti yang diurus oleh kepala bidang dan kepala seksi. Betul bahwa kepala OPD bertugas dalam hal mengambil kebijakan. Namun, kepala OPD harus tahu sedikit banyaknya tentang pekerjaan di OPD-nya agar bisa mengawasai kinerja bawahan. Jika kepala OPD tidak paham, bagaimana mungkin ia menegur bawahannya jika kerjanya salah? Yang terjadi justru ia dikecoh oleh bawahannya.

Mekanisme Mengangkat Pejabat Eselonering

Dulu pengangkatan pejabat eselonering di pemerintah daerah berdasarkan rekomendasi lembaga yang bernama Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan. Lembaga ini lazim disingkat Baperjakat. Namun, karena dalam praktiknya kepala daerah seringkali mengangkat pejabat eselonering berdasarkan hubungan keluarga dan pertemanan, kepanjangan Baperjakat kerap dipelesetkan menjadi Badan Pertimbangan Jauh dan Dekat.

Baperjakat tidak dipakai lagi sejak keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang  Manajemen PNS. Peraturan itu berisi, antara lain, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, serta perlindungan. 

Pengaturan Manajemen PNS bertujuan untuk menghasilkan PNS yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu.

Meskipun begitu, sebagus apa pun mekanisme dan peraturan pengangkatan pejabat eselonering, itu hanya tinggal sebagai peraturan. Pada pratiknya, pengangkatan pejabat eselonering, terutama pemangku kepentingan, seperti kepala OPD, ditentukan oleh kuasa kepala daerah. Seringkali kuasa itu dimanfaatkan oleh kepala daerah untuk balas budi terhadap orang yang berjasa dalam pemenangannya sebagai kepala daerah dan untuk menjadikan anggota keluarga atau temannya sebagai pejabat. Hal itu jamak terjadi selama ini, tetapi tak ada yang membongkarnya karena orang sudah paham sama paham sebab hal seperti itu lazim terjadi di mana-mana. Singkat kata, nepotisme dalam pengangkatan pejabat eselonering berurat berakar dalam pemerintah daerah kita dan sulit diberantas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline