Lihat ke Halaman Asli

Ari Lesmana

Ketika kau nyaman di zona nyaman, keluarlah! Karena itu kesalahan.

Pollster Rangkap Jadi Konsultan, Poltracking Gadaikan Integritas Demi Mulyadi?

Diperbarui: 4 November 2020   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: liputan6.com

Kontestasi demokrasi di Ranah Minang kini jatuh ke titik nadir. Segala cara digunakan demi merebut kemenangan, termasuk mengumbar rekayasa dukungan. Para intelektual yang seharusnya konsisten dalam kebenaran justru menggiring opini sesuai pesanan. Cara-cara serupa demikian yang merusak keteladanan.

Sebuah pertanyaan menggelayut dalam pikiran ketika membaca hasil survei elektabilitas para kandidat Pilkada Sumatra Barat. Hasil survei itu dirilis oleh Poltracking Indonesia pada Rabu 3 November 2020. Bagaimana mungkin sebuah lembaga survei (pollster) bisa bersikap netral sementara ia adalah bagian dari tim pemenangan salah satu kandidat?

Sudah menjadi rahasia umum jika Poltracking merupakan konsultan politik bagi calon Gubernur Mulyadi. Dari informasi yang beredar menyebutkan bahwa lembaga survei yang didirikan Hanta Yuda itu sudah mengelola tim pemenangan sejak Juni lalu. Namun, entah karena sebab apa, mereka enggan buka-bukaan tentang dukungan itu.

Selama ini publik tidak pernah mempersoalkan hal tersebut. Sebab, lembaga survei memiliki hak untuk memainkan peran sebagai konsultan politik yang berorientasi bisnis. Begitu pula dengan kandidat. Mereka sah-sah saja menggunakan jasa konsultan untuk membantu memenangkan simpati publik.

Akan tetapi, persoalan terjadi ketika kandidat dan konsultannya diduga berkomplot menggiring opini masyarakat. Berlindung di balik status pollster independen, mereka mengumbar bermacam informasi yang diragukan kebenarannya ke ruang publik. Salah satunya tentang hasil survei elektabilitas keempat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumbar.

Dari survei yang hanya dilakukan dalam kurun waktu empat hari, yakni pada 19---23 Oktober 2020, Poltracking menyatakan bahwa tingkat keterpilihan Mulyadi-Ali Mukhni telah mencapai 49,5 persen. Kemudian disusul Nasrul Abit-Indra Catri dengan 21,3 persen, Mahyeldi-Audy 17,1 persen, dan Fakhrizal-Genius Umar 6,2 persen. Metodenya stratified multistage random sampling. Jumlah sampelnya 1.200 responden. Margin of error survei ini kurang lebih 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Melihat hasil survei ini, setidaknya ada dua keganjilan yang terasa. Pertama, elektabilitas Mulyadi terlalu tinggi. Bandingkan dengan angka kemenangan Gamawan Fauzi pada Pilkada Sumbar 2005 yang hanya 41 persen. Padahal saat itu, Gamawan sangat populer dan disukai masyarakat. Jauh sekali jika dibandingkan dengan sosok Mulyadi yang tidak punya kontribusi nyata bagi Sumbar.

Kedua, alasan Poltracking menempatkan elektabilitas Mulyadi paling tinggi juga tidak masuk akal. Menurut pollster ini, Mulyadi lebih disukai oleh pemilih yang rasional. Pemilih ini mengutamakan rekam jejak dan program yang dijanjikan, sekaligus menganalisis kemungkinan program-program tersebut relevan untuk dikerjakan atau tidak.

Hal ini jelas bertolak belakang karena rekam jejak Mulyadi selama menjabat wakil rakyat tiga periode di Senayan, nyaris tidak ada yang bisa dibanggakan. Silakan ketik sendiri di mesin pencari Google dengan kata kunci 'kinerja Mulyadi di DPR'.

Maka hasil yang didapat akan didominasi pemberitaan negatif, seperti perkelahiannya dengan anggota dewan, kasus penyebaran fotonya dengan seorang perempuan, konfliknya dengan PDI Perjuangan karena mengembalikan mandat Puan Maharani, dan sejumlah berita hoaks tentang dugaan Mulyadi melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline