Ritme kehidupan di Bengkayang, Kalimantan Barat bermula di Warung Kopi Ongaku. Betul, usai sholat subuh warung kopi di sudut Jalan Pasar Tengah dan Jalan Tabrani sudah mulai buka. Warung kopi yang dibesut Ongaku (73) di tahun 1989, menjadi barometer kehidupan di kabupaten yang bertapal batas dengan Sarawak, Malaysia.
Warung Kopi Ongaku menjadi rujukan para sopir angkutan sawit, karet dan hasil bumi dari pedalaman Bengkayang yang akan menuju Pontianak atau Singkawang. Tidak ada hari libur atau "tanggalan merah" di warung kopi ini. Pegawai warung kopi sibuk menyeduh kopi dan pelanggan berkisah tentang perjuangan hidupnya dengan sesama penikmat kopi.
Dengan segelas kecil kopi hitam dibanderol harga Rp 5.000,- , kopi susu Rp 7.000,- dan segelas besar sari kacang hijau dijual dengan Rp 5.000,- serta aneka panganan seperti doko-doko, pulut hitam, bakpao, onde-onde, pastel dihargai Rp 2.000,- Ongoku demikian ramai dari pagi "buta" sampai malam jam 19.00.
Sejak pertama kali bertandang ke Bengkayang di awal tahun 2020, saya begitu "terpikat" dengan keberadaan Warung Kopi Ongaku. Dari cerita Bupati Bengkayang periode 2021 -- 2025, Sebastianus Darwis, Ongaku menjadi saksi perjalanan Kabupaten Bengkayang. Bengkayang yang dulunya menjadi bagian Kabupaten Sambas dan menjadi daerah pemekaran di tahun 1999 kini telah berkembang pesat.
Untuk menuju Bengkayang, butuh perjalanan darat 5 jam dari Pontianak. Perjalanan Pontianak menuju Bengkayang melalui Pontianak, Mempawah dan Landak. Pemandangan yang ciamik sepanjang perjalanan dengan didominasi sawah dan hutan menjadikan perjalanan tidak terlalu melelahkan.
Ongaku menjadi saksi keberadaan bertahannya dari transformasi bangunan-bangunan tua di Bengkayang. Jika kawasan pertokoan di depan Warung Kopi Ongaku adalah pabrik es dan gedung bioskop Bengkayang kini telah bersalin rupa menjadi pertokoan, sementara Ongaku tetap menjdai warung kopi.
Bengkayang sama dengan kota-kota besar di tanah air dan dunia, ketika warung-warung kopi berlisensi menyerbu dan meramaikan kehidupan warga. Hampir saban tahun saya berkunjung ke Bengkayang, dan kali ini kedatangan saya yang ke lima. Di Bengkayang kini telah hadir kafe "Kopi Dari Hati" dan kafe "Weng" yang tidak kalah ramainya dengan anak-anak muda Bengkayang.
Apa yang membedakan Ongaku dengan warung-warung kopi "tradisional" dengan warung kopi modern bernama "kafe" ? Di Ongaku atau warung kopi "BRC", para penikmat kopi adalah segala lintas usia. Mulai dari petani sawit, pengepul sayuran, pegawai negeri, politisi yang "tergila-gila" dengan partainya dan ingin maju di peruntungan Pemilu 2024 hingga anak muda yang mencoba mencari kerja. Sementara pengunjug kafe Weng dan Kopi Dari Hati didominasi anak-anak milenial Bengkayang.
Ongaku menjadi tempat ritual para orang-orang "lama" Bengkayang untuk bersilahturahmi, menyapa dan saling memberi kabar. Jika ingin tahu harga sawit atau pasaran harga sarang burung walet, Ongkau menjadi pusat informasinya.