Lihat ke Halaman Asli

Ari Indarto

TERVERIFIKASI

Guru Kolese

Perjalanan Menemukan Kesejatian Cinta

Diperbarui: 17 Mei 2024   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel kolaboratif - Bumi dan Bulan (dokpri)

Kisah persahabatan dua anak manusia, Lio dan Mara bukan hanya sebuah persahabatan biasa. Ada perasaan yang begitu dekat ketika keduanya hadir dalam ruang dan situasi yang sama. 

Bumi dan Bulan, sebuah Novel kolaboratif karya kelas XI.5 Kolese Kanisius adalah sebuah rangkaian perjalanan panjang persahabatan dua anak manusia. Keduanya merasa begitu dekat hingga perasaan terdalam tak diragukan kehadirannya. Keduanya merasa begitu jauh, tatkala kesedian hidup melanda. Perjuangan untuk melekatkan perasaannya pun tak semudah yang dikira banyak orang. 

Lika-liku persahabatan setiap masa terus dipertahankan. Saat SMA, bahkan sampai saat kuliah usaha melekatkan diri pada perasan yang terdalam tak kunjung tiba dalam penantiannnya. Ada kesia-siaan yang terkadang terpendam bahkan ada harapan yang tak terasakan. 

Bulan dan Matahari terus berganti-ganti. Malam dan siang terus bertukar. Gelap dan terang berkedip-kedip. Pertanda bahwa hari terus berjalan dengan begitu cepat. Semenjak hari perkumpulan itu, seorang Lio merasa sangat antusias menganai proses penuangan air ke dalam pot untuk membuat bunga mekar. Tetapi, air terasa sangat kering untuk tanah di pot tersebut. Rasanya tidak ada perkembangan dan pertumbuhan padanya. Hati Lio terasa sangat pecah dan tertusuk dalam sedetik. (hlm. 26)

Seperti cerita-cerita cinta yang seringkali terekam dalam beragam film dan novel, kisah klasik memperjuangkan rasa cinta terdalam ternyata masih begitu menarik untuk direkam dalam rangkaian cerita. Setiap tokoh seolah terus mengalami peristiwa yang tak biasa dan peristiwa itu seolah menjadi tumpuan melekatkan diri pada sebuah harapan. Begitulah cinta terus dipupuk bukan hanya oleh kebaikan, kebajikan, kerendahan hati, kerelaan bahkan terkadang muncul perasan benci yang harus dinikmati. 

Perjalanan hidup dan perjalanan cinta yang tak begitu saja membara, redup dan menggelap terkadang membuat kedua insan tokoh utama dalam novel Bumi dan Bulan ini harus tertatih-tatih membangkitkan diri. Bersama-sama meniti hari seolah menjadi satu-satu cara mengikatkan diri. Begitulah cinta terus saja terekam dalam setiap peristiwa yang tak terhenti sampai pupus usia menua. 

Di bawah sinar matahari yang terik yang menyinari baju putih Mara, tetesan air mata Lio mengalir di pakaian putih Mara. Satu buah kata pun tak diucapkannya oleh Lio melainkan tangisanlah yang berbicara, membaut Mara hendak berhenti dan mengerti akan keadaan yang sedang terjadi. Di tengah stasiun MRT yang berisik akan suara lalu-lalang masyarakat dan suara bising dari MRT serentak menjadi tenang dan keadaan menjadi lenggang. Hening dan tenang seperti waktu mendadak berhenti di tengah kesibukan, menjelaskan apa yang sedang terjadi terhadap kondisi Lio. (hlm. 145) 

Novel Cinta Bumi dan Bulan memang sebuah novel cinta. Namun, cerita cinta yang mengalir dalam beragam peristiwa seolah membuka kenangan akan indahnya persahabatan dan kesetiaan. Buah-buah yang muncul dan selalu ditunggu adalah akhir cerita dalam rasa bahagia. Kisah cinta itu terus saja menciptakan harapan meski terkadang harus berakhir dengan penyesalan. 

Akahkan persahabatan yang telah tumbuh begitu lama itu semakin subur ataukah keduanya akan terhanyut dalam penyesalan nan abadi. Tentu saja, cerita dalam rangkaian tiga puluh lima bab ini akan mengalirkan teka-teki kisah cinta kedua anak manusia itu. Mungkin saja keduanya hanya akan menjadi sahabat sejati sepanjang masa, atau akan menanam kebencian sepanjang hidup abadi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline