Lihat ke Halaman Asli

Ari Indarto

TERVERIFIKASI

Guru Kolese

Guru dan Adab Menghargai

Diperbarui: 26 November 2023   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senyum seoang guru (Sumber: Tumisu-Pixabay.com)

Guru. Guru tidak hanya tampil necis sebagai pendidik di kelas, tetapi setiap guru adalah pembawa nilai kehidupan dan peradaban. Tidak hanya menggarap aspek akademis, justru kehadiran guru tampil apik sebagai punggawa karakter anak negeri. 

Tanggal 25 November, Hari Guru, seolah kembali menghadirkan memorabilia peran guru di negeri ini. Kehadiran guru selalu dianggap sebagai pahlawan, dianggap sanggup menyulap seorang anak tiba-tiba menjadi dewasa, seorang anak tampil penuh pesona, seorang siswa dipenuhi prestasi, dan dari guru-guru lahir siswa pemberani, berprestasi, berkarakter dan mencintai kehidupannya. 

Namun, pesona masa lalu guru itu pun telah luntur. Pahlawan tanpa tanda jasa yang pernah disematkan di dalam dadanya berubah, terkadang guru hanya dianggap  pedagang pengetahuan saja, menjual jasa ilmu pengetahuan.  

Guru sebagai pengajar pengetahuan akademis telah terkalahkan dengan teknologi yang begitu mudah menemukan pengetahuan. Guru dianggap tidak lagi memberikan teladan. Guru hadir dalam lingkaran  kasus kekerasan, pelecehan, penghilangan martabat murid, dan penjajahan hak asasi siswa begitu mudah dilakukan. Bahkan guru tidak memahami aksi perundungan, kekerasan, penghinaan, dan penghilangan harga diri sehingga tugas mulia tercerabik dari urat nadi sang pendidik.  Masyarakat memberontak, dunia pendidikan heboh dan profesi guru kembali dipertaruhkan. 

Bahkan guru tidak memahami aksi perundungan, kekerasan, penghinaan, dan penghilangan harga diri sehingga tugas mulia tercerabik dari urat nadi sang pendidik.  Masyarakat memberontak, dunia pendidikan heboh dan profesi guru kembali dipertaruhkan.

Citra guru yang seharusnya membimbing, menginspirasi, dan menjadi teladan bagi murid seolah lenyap diterbangkan beragam peristiwa yang  setiap hari terjadi di sekolah. Misalnya, kasus guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), mencelupkan tangan siswa berinisial YAP ke air panas, jadi sorotan (1). 

Kasus guru menghukum seorang siswa SMPN 10 Kota Madiun berinisial G sampai telapak kaki korban melepuh, akhirnya berujung damai. Kedua orangtua G sepakat tidak menuntut oknum guru berinisial F yang menghukum anaknya berlari keliling lapangan basket tanpa alas kaki di siang bolong karena tak ikut kegiatan keagamaan. (3)

Akbar Sorasa (26), guru SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang mendisiplinkan siswa karena tidak mau shalat menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa Oki Basuki Rahmat, Saba'Aro Zendrato, dan Reno Anggara memvonis Akbar Sorasa selama 3 bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 tahun, disertai denda sebesar Rp 2 juta subsider 2 bulan kurungan, dan dibebankan biaya perkara sebesar Rp 2.500 di ruang Candra, Rabu (22/11/2023). Akbar dinilai bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap anak muridnya sendiri (anak korban) sebagaimana diatur dalam Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-undang A Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. (2)

Profesi guru memang rentan dengan beragam aksi di sekolah. Bukan hanya menggendong beban berat nama sekolah, guru pun harus mempertaruhkan nama keluarga. Godaan aksi keji dalam ranah ekonomi, sosial, budaya setiap hari menghantui, dan tidak jarang sebagian terjabak pada akhir tragis; dipenjara, terlempar dari masyarakat, dan tak lagi dipercaya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline