Sekolah. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman untuk membangun setiap generasi muda berkarakter Pancasila. Namun, aksi tidak terpuji terkadang justru lahir tersembunyi di ruang-ruang kelas.
Aksi perundungan terjadi di sekolah. Aksi melemahkan, menghina, memaki dengan bermacam sebutan yang mengancam harga diri anak terus terjadi. Bahkan, hinaan dan adu fisik menjadi cara bersahabat yang melunturkan karakter sebagai anak yang berpendidikan. Ancaman pembumihangusan karakter anak bangsa terjadi di saat dunia pendidikan mencoba untuk melindungi dengan beragam protokol perlindungan anak di sekolah.
Kasus-kasus perundungan seolah tak pernah menyerah, terus saja bertambah seiring begitu terbukanya informasi di media sosial menguasai beragam sendi komunikasi. Masyarakat begitu kaget ketika seorang anak SD di Grobogan Jawa Tengah mengalami perundungan. Tidak hanya sekali dua kali sja peristiwa itu terjadi, hampir dua tahun ia harus dilanda kesedihan yang berkepanjangan.
Seorang siswa SD Negeri di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan berinisial RS mengalami depresi berat usai diduga menjadi korban perundungan oleh teman-temannya. Ironisnya, RS di-bully selama dua tahun atau sejak ia duduk di bangku kelas IV SD. Pribadi RS kemudian berubah. RS sering mengurung diri, takut bertemu dengan orang hingga tak mau lagi bersekolah.
Kasus-kasus perundungan seolah tak pernah menyerah, terus saja bertambah seiring begitu terbukanya informasi di media sosial menguasai beragam sendi komunikasi.
Buka hanya terjadi di Grobokan, aksi perudungan juga terjadi di Bandung. Seorang siswi Sekolah Dasar (SD) di Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Bandung Barat bernama Nabila di-bully oleh teman-temannya karena masalah sepatu. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (6/4/2019) sekitar pukul 13.00 WIB. Salah seorang guru yang tak ingin disebut namanya memaparkan, masalah Nabila dan rekan-rekannya hanya bercandaan layaknya anak-anak.
Anak-anak DH yang seharusnya ada dalam suasana persahabatan yang menggembirakan dan menyenangkan akhirnya terhanyut dalam suasana sakit hati yang berkepanjangan. Derita batin yang dialami tak tersembuhkan walau usaha mengakhiri praktik perundungan dilakukan pihak sekolah.
Ancaman perundungan bukan hanya meneror psikis saja, fisik yang seharusnya terjaga dan dilatih untuk beragam aktivitas yang membangun pun terlumpuhkan. MS (13), seorang siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 16 Kota Malang, Jawa Timur diduga menjadi korban bully oleh sejumlah temannya. Bahkan, dua ruas jari tengah MS terpaksa diamputasi akibat tindakan teman-temannya. Ia juga kerap menangis akibat syok usai jarinya diamputasi.
Pada level SMA pun perundungan dalam bentuk siksaan terjadi. Siswa salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pekanbaru, Riau berinisial FA mengalami patah tulang hidung. Menurut pengakuan FA, ia di-bully oleh teman-temannya di sekolah. Paman korban, Muchtar mengatakan, tak hanya di-bully, FA juga diancam dan diperas.