Hikayat Anjing dan Pernikahan Kaya
Sampai napas tersengal dan berdaya,
Terus-menerus mengusik welas,
Hanya sesaat kesetiaan tiba,
Sesaat musnah hilang lenyap.
Seekor anjing menggonggong tak berdaya,
Kaki penuh luka, badan penuh darah,
Usai perkelahian dengan tetangga,
Kebenciannya memuncak,
Kegelapan pandangannya berkuasa,
Tenaga angkara murka berkuasa.
Seekor anjing menggonggong dalam kelaparan,
Tak ada makan disantap, kering kerontang
Sebuah mangkok kecil kehinaan,
Tetap tidak ada,
Makan hari ini,
Tiada juga, meski dalam keluarga.
Seekor anjing menggong pada tuanya,
Menagih janji sehidup semati,
Sematkan kasih sayang,
Tanpa batas keraguan.
Seekor anjing menggonggong di sebuah hutan,
Belantara kegelapan mengumandangkan doa,
Saat sepasang kekasih terjalin cinta,
Anjing itu menggong mencari tuanya.
Sesekor anjing menggonggong,
Bermahkota dan berbudaya,
Acara peradaban menuntut pasangan,
Meski seekor anjing berganti empunya,
Seekor anjing tak pernah lagi menggonggong,
Karena pernikahan terbatas mengambil muka,
Selera terbatas,
Namun, anjing tetap setia,
Karena sebuah pertemuan setia
Meski menisbikan kebohongan kabar tak nyata.
Anjing tak lagi menggonggon,
Karena kesetiaan terus dibangun,
Manusia kabur,
Mencari batas usia tak hilang,
Namun, dalam adat jawa segalanya ada,
Kita bukan penguasa,
Kini anjing-anjing itu menjadi penguasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H