Hari hari ini publik dihebohkan dengan berita mengenai "bocornya" hasil putusan MK terkait gugatan UU Pemilu khususnya di pasal mengenai sistem pemilu.
Adalah mantan Wamenkumham, Prof Deny Indrayana yang melontarkan adanya "bocoran informasi" bahwa MK memutuskan bahwa sistem pemilu akan menjadi sistem proporsional tertutup.
Tak pelak, apa yang dilontarkan oleh Deny Indrayana ini memantik kehebohan, baik di pihak istana maupun pihak partai politik yang sangat berkepentingan dengan sistem pemilu yang akan digunakan di pemilu 2024 mendatang.
Namun, di sini tidak akan membahas soal kehebohan tersebut, biarlah para kompasiner lain yang menuliskannya, atau bisa juga dengan membaca di berbagai media baik media online maupun media offline.
Tulisan kali ini hanya akan terbatas mencoba menganalisa kemungkinan-kemungkinan yang akan diputuskan oleh MK terkait gugatan mengenai pasal sistem pemilu di UU Pemilu tersebut.
Secara umum kemungkinan yang bisa terjadi adalah 3 kemungkinan yaitu gugatan tidak diterima, gugatan ditolak, dan gugatan diterima.
Dari 3 kemungkinan tersebut kemudian bisa dijabarkan lebih lanjut menjadi 5 kemungkinan :
Pertama, majelis hakim konstitusi tidak menerima gugatan uji materi UU Pemilu karena MK menilai bahwa sistem pemilu adalah ranah pembuat undang-undang atau masuk kategori open legal policy
Kedua, majelis hakim konstitusi menolak gugatan tentang pasal sistem pemilu di UU Pemilu ini.
*Jika salah satu dari dua putusan ini yang ditetapkan hakim, maka sistem pemilu tetap sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak.
Ketiga, yaitu majelis hakim konstitusi mengabulkan seluruh gugatan uji materi UU MK.