Lihat ke Halaman Asli

ari imogiri

warga desa

Ahmad Lussy Itu Mungkinkah Sebenarnya Adalah Ahmad Leikawa, Sang Kapitan Telukabessy?

Diperbarui: 10 Juli 2022   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seri Sejarah

Setelah kemaren kita menulis tentang versi lain terkait dengan Pattimura, maka di tulisan lanjutan ini kita akan menulis tentang kemungkinan soal Ahmad Lussy.

Sejarah di masyarakat kita banyak sekali yang diturunkan turun temurun dalam tradisi lisan, sehingga sangat sering terjadi distorsi, campur aduk cerita yang kadang menjadikannya berbeda dengan sejarah yang semestinya.

Ambil contoh sejarah kerajaan Majapahit dan Pajajaran, sejarah yang ada adalah bahwa Majapahit didirikan tahun 1293 oleh menantu raja terakhir Singasari, Dyah Wijaya atau Raden Wijaya. Namun dalam tutur lisan yang berkembang di tengah masyarakat Jawa, kerajaan Majapahit didirikan oleh anak raja Pajajaran yang bernama Raden Joko Sesuruh. Padahal jika kita telusuri sejarah yang ada, tahun 1293 saat kerajaan Majapahit didirikan maka kerajaan Pajajaran belum lah ada, karena di tatar Sunda saat itu yang ada adalah kerajaan Sunda Galuh.

Hampir mirip juga dengan kisah terkait Kian Santang dan Rakeyan Sancang di Tatar Sunda. Dalam tradisi lisan dikisahkan bahwa Kian Santang sempat bertemu dengan Sahabat Ali RA di tanah suci, di Arab. Hal ini tentu saja membuat yang paham tentang sejarah jadi bingung khan, Kian Santang hidup di tahun 1500an M di era kerajaan Pajajaran, sementara Sahabat Ali RA hidup di era tahun 600an M, berselang hampir 1000 tahun, jadi tidak mungkin mereka berdua bisa bertemu. Dan akhirnya berdasar penelusuran terkait dengan beberapa cerita tutur/cerita lisan yang ada, maka kemudian diyakini bahwa sosok yang bertemu dengan Sahabat Ali RA adalah sosok Rakeyan Sancang yang hidup di era kerajaan Taruma di tahun 600an M, yang memang dari segi namanya sekilas mirip dengan nama Kian Santang.


Nah, kembali ke soal Pattimura dan Ahmad Lussy, bisa jadi yang terjadi mengapa muncul versi bahwa Pattimura adalah Ahmad Lussy adalah karena faktor tradisi lisan tersebut, sehingga tokoh dari waktu yang berbeda diingat sebagai tokoh yang sama oleh karena keduanya sama-sama berperang melawan penjajah Belanda di tanah para raja, Maluku.

Jadi, syahdan pada tahun 1600an di tanah Maluku, tersebutlah seorang tokoh pemimpin perjuangan melawan Belanda yang bernama Ahmad Leikawa dengan gelar Kapitan Telukabessy. Nah, mungkinkah tokoh Ahmad Leikawa Kapitan Telukabessy ini yang karena tradisi lisan dalam ingatan kolektif sejarah akhirnya disalahfahami sebagai tokoh Pattimura yang juga berperang melawan Belanda di tahun 1817?

Sebab bisa jadi Ahmad Leikawa gelar Kapitan Telukabessy ini karena sekian lamanya rentang dari masa hidupnya sampai di jaman pasca kemerdekaan yang mencapai ratusan tahun, sehingga kemudian di sebagian kalangan masyarakat diingat sebagai Ahmad Lussy, dan kemudian keliru dianggap sebagai Kapitan Pattimura. Padalah sebagaimana yang kita tulis sebelumnya bahwa Pattimura atau patih muda awalnya adalah gelar dari utusan Sultan Ternate, Gaga Bavanu, yang membantu perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda di bawah komando Kapitan Poelo, Thomas Matulessy di tahun 1817.

Salah satu yang sampai sekarang diabadikan dari perjuangan Ahmad Leikawa sang Kapitan Telukabessy ini adalah semboyan perjuangannya yang kini digunakan sebagai semboyan Kodam Pattimura yaitu semboyan : "Lawamena Haulala" yang artinya kurang lebih "Maju terus pantang mundur walaupun berdarah-darah". Nah, mungkin ini juga yang membuat sosok Ahmad Leikawa dicampuradukkan dengan sosok Pattimura, karena semboyan perjuangannya dipakai sebagai semboyan oleh Kodam Pattimura sampai saat ini. 

Sebagaimana dengan akhir perjuangan Kapitan Poelo, Thomas Matulessy, maka akhir dari perjuangan Ahmad Leikawa sang Kapitan Telukbessy adalah gugur di tiang gantungan, yang terjadi pada 3 September 1646 di benteng Victoria, Ambon setelah memimpin perjuangan selama 9 tahun melawan penjajah Belanda.

Sebelum menemui ajalnya di tiang gantungan, Ahmad Leikawa Sang Kapitan Telukabessy sempat  meninggalkan pesan sebagai berikut :
Atumu tapulu himabuku peia maahunia lisa Kapahaha hinia
(Kukirimkan sanjungan hormat untuk kampung halamanku serta pejuang-pejuang Kapahaha yang tercinta)
Pamasun Ina Luhu runa yana walia
(Ibuku Ina Luhu dan semua keluargaku kupersembahkan keresaanmu)
Nusai kakiela kapa lima kapa yai
(Tetap bertalian kemerdekaan bangsa dan tanah air serta setia kepada rakyat)
Meu rula molo sahi yana walia
(Biar korban jiwa dan dilenyapkan bakal ada generasi mendatang)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline