Lihat ke Halaman Asli

ari imogiri

warga desa

Urip iku Mung Mampir Ngombe

Diperbarui: 19 Februari 2022   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam tradisi budaya Jawa, kita sering mendengar sebuah peribahasa atau ungkapan yang berbunyi "urip iku mung mampir ngombe" yang artinya adalah hidup itu hanya mampir untuk minum.

Peribahasa itu jika kita pelajari sejarahnya, berasal dari sebuah tradisi yang berlaku di Tanah Jawa pada masa lampau, ketika masyarakat Jawa selalu menempatkan sebuah gentong air yang terbuat dari tanah liat di pinggir jalan di depan rumah mereka untuk memberi kesempatan kepada para pejalan kaki atau siapapun yang sedang dalam perjalanan jauh yang sedang kehausan mampir sebentar guna mengusir rasa hausnya dengan meminum air yang ada dalam gentong tersebut.

Mampir untuk minum air di sela-sela perjalanan jauh itulah yang kemudian memunculkan adanya peribahasa "urip iku mung mampir ngombe" yang artinya bahwa hidup itu tidaklah selamanya, hanya sebentar saja sebagaimana waktu yang digunakan untuk minum seteguk air sebelum melanjutkan perjalanannya.

Dulu banyak pejalan kaki yang kehausan dan mampir di depan rumah siapa saja untuk meminum air gentong, ada batas yang romantik antara fungsi kepemilikan dan fungsi sosial dalam ruang domestik masyarakat, kepemilikan pada masa lalu tak selamanya mengacu pada kepemilikan dengan nilai nominal, diskon atas masa depan, atau hitung-hitungan penuh rumus, tapi kepemilikan masa lalu dinilai dari seberapa jauh manusia bisa berfungsi atas ruang bersama. Manusia yang baik adalah yang memberi kemanfaatan kepada sesamanya. 

Dari segentong air itulah, para nenek moyang kita mengajari kepada kita, para keturunannya tentang pentingnya berbagi kepada sesama. Mungkin dalam benak kita saat ini ketika setiap rumah mempunyai air berlimpah dengan adanya sumur atau air PAM, yang dilakukan oleh nenek moyang kita itu hal yang sepele. Namun jika kita tahu bahwa pada jaman itu tidak setiap rumah memiliki sumur, tidak setiap saat mereka para pejalan itu menemukan warung seperti saat ini, kita akan tahu betapa sangat berharganya air gentong itu bagi mereka yang sedang melakukan perjalanan jauh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline