Lihat ke Halaman Asli

ari imogiri

warga desa

PKS Tetap Akan Dipertahankan di Koalisi

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari-hari ini kita sedang menikmati sinetron politik terbaru soal tarik ulur posisi PKS, yang sedang bikin geram sekondannya di dalam setgab. Sudah jamak dimanapun yang namanya berkoalisi adalah saling bahu membahu dalam keadaan suka maupun duka, baik ketika mengambil kebijakan yang popular maupun kebijakan yang tidak popular. Dan ketika satu atau dua anggota koalisi tidak sepakat dengan itu, maka lumrahnya mereka akan menarik diri dari koalisi. Itu yang jamak kita saksikan di Negara-negara multipartai yang menganut system parlementer.

Nah, kita sebagai Negara yang menganut system presidensial, yang mustinya tidak mengenal istilah koalisidan non koalisi, namun karena tidak adanya satu partai yang mendapat suara mayoritas di parlemen, akhirnya kemudian mengadopsi istilah koalisi itu, dan timbullah setgab, yang merupakan perhimpunan partai-partai koalisi pendukung pemerintahan sby-no.

Nah, dalam kondisi seperti itulah yang kita alami saat ini, satu sisi ada barisan partai-partai pendukung pemerintah, dan ada partai-partai yang bukan pendukung pemerintahan, yang secara gampangnya kemudian mengistilahkan diri sebagai partai oposisi.

Situasi terakhir yang terjadi diantara anggota setgab koalisi adalah satu partai, PKS secara tegas menolak rencana pemerintah yang mereka berada di dalamnya, yaitu kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM, atau kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi.

Di sisi lain, Gerindra, sebagai sebuah partai yang masuk barisan oposisi justru mendukung rencana kenaikan BBM itu, sebagaimana yang sering diungkapkan oleh Prabowo maupun adiknya Hashim, sebagai dua “pemilik saham terbesar” Gerindra karena posisinya sebagai ketua dan wakil ketua dewan Pembina partai.

Sikap PKS tentu saja kita akui adalah sikap yang menjengkelkan bagi sekondannya di dalam setgab, namun adalah sikap yang wajar jika kit abaca sebagai sebuah sikap politik untuk mengambil hati public negeri ini pasca kasus yang menyeret mantan petingginya, yang sampai sekarang masih menjadi perbincangan hangat di senatero negeri. Maka dengan sikap menolak itulah, mereka mencoba untuk mengurangi atau bahkan menutupi kasus yang menimpa mantan petingginya itu dengan sikap yang seolah-olah berpihak pada public.

Sementara sikap gerindra yang justru mendukung rencana kenaikan harga BBM, sebenarnya aneh, mengingat posisinya sebagai partai yang di luar pemerintahan, yang sewajarnya adalah mengambil kesempatan untuk menolak kebijakan itu sebagai bagian untuk mengambil hati rakyat negeri ini. Namun gerindra justru tidak mengambil sikap itu, dengan sadar mereka mengambil sikap mendukung rencana itu. Sebagai orang luar, kita bisa saja membacanya sebagai sebuah sikap realistis, karena memang harga BBM sekarang atau nanti pasti akan naik. Dengan asumsi bahwa pamor Prabowo yang mencoronng dalam bursa calon presiden pasca sby, maka bisa jadi Prabowo berfikir, daripada nanti dia yang menaikkan harga BBM jika terpilih jadi presiden, mending sekarang biarkan sby saja yang menaikkan harga BBM di akhir masa jabatannya.

Terhadap sikap PKS, masyarakat dipertontonkan dengan sinetron, tarik ulur apakah PKS akan dikeluarkan atau tidak dari koalisi. Mengambil kisah-kisah sebelumnya, maka sby tentu tidak akan segegabah sikap para elit democrat yang secara keras menginginkan PKS ditendang dari koalisi. Karena tentu mengeluarkan PKS dari koalisi cukup riskan bagi kestabilan politik yang secara kontinyu ingin dipertahankan oleh sby. Dengan mengelaurkan PKS dari koalisi, maka justru akan meningkatkan posisi tawar golkar di dalam koalisi, yang itu justru semakin merugikan democrat, yang secara jujur harus diakui kalah dalam kelihaian bermain politik di negeri ini. Maka langkah realistis yang diambil oleh sby, adalah hanya mengurangi jatah menteri milik PKS, namun tetap mempertahankan posisi mereka sebagai bagian dari setgab koalisi pendukung pemerintah. Toh meski PKS menolak kenaikan harga BBM, tetap tidak akan bisa menggagalkan kebijakan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline