Lihat ke Halaman Asli

ari imogiri

warga desa

Hatta, Apalagi yang Ingin Kau Cari?

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PAN yang didirikan pada 23 Agustus 1998 adalah sebuah partai yang dikhtiarkan untuk menjadi sebuah partai yang melawan sifat korupstif, kolutif dan nepotisme yang menjadi virus kotor dalam dunia perpolitikan. Sebagai partai yang dikhtiarkan dan diharapkan menjadi partai reformis yang menjadi tumpuan harapan banyak anak bangsa tentu kita musti kemudian secara periodik melakukan evaluasi diri terhadap diri partai PAN, apakah sudah mampu mengejawantahkan dirinya sebagai partai yang reformis atau belum.

Senyampang menghadapi Kongres pada akhir Februari mendatang, ada baiknya kita melihat ke dalam tubuh PAN, apakah ikhtiar besar menjadikan PAN tetap sebagai lokomotif reformasi sudah on the track ataukah ada hal-hal yang musti dibenahi lagi dalam perjalanannya. Sejak didirikan tahun 98 silam, PAN telah mengalami 3 kali kongres, artinya sudah ada 3 kali evaluasi mengenai arah perjalanan PAN dalam berkecimpung di kancah perpolitikan nasional.

Batam, 2010, dalam Kongres yang ketiga, setelah mundurnya Drajad Wibowo dalam memperebutkan kursi ketua umum PAN periode 2010-2015, maka melengganglah Hatta Rajasa terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum.

Sebagai kader yang telah menduduki berbagai jabatan di partai dan pemerintahan, terpilihnya Hatta Rajasa sebagai ketua umum PAN diharapkan untuk bisa membawa PAN menjadi lebih besar dan meraih target 2 digit dan 3 besar di pileg 2014.

Sudah jamak kita ketahui, bahwa diantara kader-kader yang ada, Hatta adalah kader yang paling banyak mendapatkan posisi strategis, mulai dari ketua fraksi, ketua komisi, menristek, menhub, mensesneg, menkeu ad interim dan terakhir sebagai menko, yang tentu selain strategis secara politik tentu juga menguntungkan secara ekonomi, sehingga dengan itu diharapkan Hatta akan berjuang secara serius mencapai target yang dibebankan kepadanya tersebut.

Namun ternyata dalam perjalanannya, dengan alasan menjadi menko, justru Hatta dirasakan kurang instens dalam mengurusi partai, dan lebih banyak mempercayakan keseharian partai kepada Hafiz Thohir, selaku ketua OKK, yang tidak lain adalah adik kandungnya sendiri. Disamping itu, di awal kepengurusannya sempat menimbulkan gejolak karena dalam distribusi kekuasaan Hatta terkesan menganakemaskan jaringan etnisnya. Ketiga menteri dari PAN semuanya orang Sumatera. Demikian pun jabatan lain di Kementrian/Lembaga atau BUMN, HR lebih mengutamakan kerabat nya sesama Palembang dari pada etnis lainnya.

Dalam perkembangannya, perolehan kursi di pileg 2014 ternyata juga jauh dari harapan, hanya mendapatkan 48 kursi alias tidak mencapai dua digit dan target 3 besar. Maka jika obyektif, hatta sebenarnya telah gagal untuk membesarkan partai, karena naiknya perolehan suara sebagaimana yang diklaim oleh pendukungnya sebagai keberhasilan sesungguhnya karena menurunnya jumlah partai peserta pemilu. Maka semestinya sebagai partai yang relative tidak mendapat masalah yang berarti dibandingkan Demokrat atau PKS, PAN semestinya bisa mendapatkan suara lebih dari itu, nyatanya suara PAN tetap kalah dibanding dengan perolehan suara Demokrat yang selama satu tahun lebih dibombardir berbagai masalah dan mendapat pemberitaan negatif yang kontinyu.

Sisi lain dari bentuk kegagalan Hatta Rajasa adalah nepotisme yang dilakukannya tersebut, sebagaimana yang telah sedikit disinggung di atas. padahal PAN adalah partai yang sejak awal berdirinya telah dikhtiarkan sebagai partai yang reformis yang anti terhadap nepotisme. namun lihatlah Hatta telah membangun nepotismenya dengan Hafiz Thohir yang dijadikan ketua OKK, yang kemudian dijadikan ketua komisi di DPR bersama Saleh Daulay, yang lagi—lagi seperti di awal kepengurusannya, keduanya berasal dari Sumatra. Belum lagi kakaknya Hana Gayatri yang sudah tiga periode menjadi anggota DPR, ini berbeda dengan jaman SB yang mengariskan bahwa anggota DPR hanya boleh maju untuk 2 periode agar rotasi dan regenerasi kader bisa tumbuh dan berjalan di tubuh PAN.

Di lain pihak, Hatta juga tidak bisa mengendalikan adiknya, Iskandar, ketua DPW Sumsel yang seenaknya memecat beberapa ketua DPD hanya karena kalah dalam pilpres 2014 kemaren. bahkan DPP justru menguatkan pemecatan itu dengan menerbitkan SK pemecatan. Jika alasan pemecatan adalah DPD itu kalah di pilpres, kenapa tidak sekalian ketua-ketua DPW yang kalah di pilpres juga dipecat, lalu ketua umum DPP mundur karena kalah.

Maka kini, setelah kegagalannya mencapai target dua digit dan target 3 besar, selayaknya memang Hatta tidak lagi maju sebagai calon ketua umum di Kongres mendatang, apalagi dari sisi usia yang sudah di atas 60 tahun, apalagi yang ingin diraih olehnya. apa iya masih berambisi maju capres di 2019 di saat usianya mendekati 70 tahun sementara arus besar keinginan regenarasi kepemimpinan nasional begitu besar di negeri ini?

Semestinya, dengan usia di atas 60 tahun, dan setelah merasakan manisnya buah politik di PAN semenjak menjadi anggota DPR sampai kursi Menko, Hatta sudah selayaknya turun tahta dan memberikan kesempatan kepada kader lain untuk membawa PAN lebih Berjaya di 2019.

Dan orang-orang di sekeliling Hatta sudah selayaknya untuk memberi nasehat dan dorongan untuk mundur dari kancah, bukan sebaliknya justru memanas-manasi untuk maju dan melawan tradisi ketua umum satu periode yang menjadi ciri dan tradisi yang dibangun di tubuh PAN.

sumber :

http://politik.kompasiana.com/2012/09/27/siapa-sesungguhnya-hatta-rajasa-496803.html

http://www.indonesiamedia.com/2014/07/07/hatta-rajasa-dan-mafia-minyak/

http://www.merdeka.com/politik/hatta-menang-tipis-di-kandang-6-ketua-dpd-pan-sumsel-dicopot.html

http://www.rmolsumsel.com/read/2014/08/20/11768/KPU-Sumsel-Kaji-Surat-DPW-PAN-Sumsel-

http://umum.kompasiana.com/2009/06/27/bisnis-gurita-sby-dan-hattarajasa-7722.html

http://tituiitbom.blogspot.com/2012/05/hatta-rajasa-dan-kompromi-politik.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline