Lihat ke Halaman Asli

Cermin Retak

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sebuah cermin tanpa pemilik tergeletak disudut ruangan
Itu bukan cermin ajaib, namun sampai saat ini Ia mampu bertahan
Warnanya ungu kebiruan memancarkan sinar yang tak sekedar indah
Berujung tajam berdimensi bagai gunung bagi pendaki

Tak pernah kuduga bahwa akhirnya badai menghantam cermin itu
Tertumpuk serpihan pecah. Cermin merintih namun berharap berdetak
Air mata dan kalbu nyeri tersayat, cermin itu telah retak

Lihat kerapuhan dan keraguan terpahat diwajah cermin itu
Meski jemari tergores sangat dalam, berdarah.
Meski jiwa luka dan berlalu tanpa arah

Terbajak ladang tiap hari menggempur jatuh cermin itu.
Tak terhitung cermin retak bangkit dan tersungkur
Ingin kuenyahkan Jiwa yang hancur, namun ketakutan melebur
Ku ambil cermin itu dan mulai berkaca hanya untukku.
Sudut otakku berdebu.
Dimana senyum manis yang seperti dulu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline