Angowuloa Mado Zega merayakan natal perdana tahun 2018 dengan penuh sukacita. Dalam kesempatan itu, saya bersyukur kepada Tuhan karena dipercayakan untuk membawa renungan dengan tema: Sehati sepikirlah kamu dalam kasih, dalam jiwa, dalam tujuan (Filipi 2:2b).
Tema ini saya uraikan dengan mengkoneksikan dengan Yohanes 7:20-21 yang dinyatakan bahwa Yesus berdoa kepada Bapa-Nya supaya murid-murid-Nya dan orang percaya menjadi satu. Doa Yesus itu dapat dipahami bahwa Yesus tidak menginginkan adanya permusuhan dan perselisihan.
Baca juga : Kegiatan Klub "Adventurer" Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Jemaat Terusan Surabaya Malang
Konteks JemaatFilipi ternyata terdapat perselisihan dan perbedaan pola pikir antara dua orang perempuan yaitu Sintikhe dan Euodia. Itu sebabnya Paulus menulis surat di Filipi dengan tegas menyatakan bahwa sehati sepikir untuk menunjukkan karakter pengikut Tuhan yang sejati.
Konteks umat kristen sekarang ini harus kita akui bahwa masih ada yang tidak sehati sepikir dengan yang lain. Tanpa kita pungkiri bahwa maraknya hidup individual, egoistis. Selain itu, perbedaan pola pikir yang mengakibatkan tidak saling menyapa antara satu dengan yang lain. Hidup individual mencuat karena merasa diri paling hebat, paling kuat sehingga tidak membutuhkan orang lain. Begitu juga egoistis mengacu kepada kepentingan pribadi dan golongan tertentu tanpa melihat orang lain di sekitar. Baca juga : Kaki Gatal Gelar Bakti Sosial dengan Bentuk Ibadah di Jemaat GMIM Silo Lata-lata Kanaan Wilayah KombiMelalui natal pada tahun ini, Tuhan berbicara bagi kita sebagai makna yang paling dalam bahwa kita harus berupaya dengan sekuat tenaga untuk sehati sepikir. Upaya kita untuk menciptakan sehati sepikir itu melalui:
Kerendahan Hati yang Sungguh-Sungguh. Paling sering kita dengar tentang kerendahan hati sehingga membuat kita bosan namun harus terus diingatkan sebab terkait kerendahan hati sangat serius. Itu sebabnya Yesus dalam pelayanan-Nya menerapkannya. Yesus mengetahui situasi dunia setelah itu bahwa tentang kesombongan dan keangkuhan merupakan realita yang nantinya akan ada tanpa dielakkan. Itu sebabnya Yesus lahir dengan kesederhanaan yang merupakan simbol kerendahan hati. Kemudian dalam pelayanan-Nya maka Yesus mencuci kaki para murid-muridNya. Oleh karena itu, setiap orang kristen patut hal ini diteladani dan menjadi contoh supaya kita hidup dengan rendah hati. Sebab orang yang rendah hati maka dalam dirinya akan lahir Yesus Kristus. Oleh karena itu, apabila Yesus telah lahir dalam hidup kita maka eratlah persaudaran kita. Orientasi dari erat persaudaraan itu pada akhirnya menjadi berkat bagi sesama.Baca juga : Modul Pendidikan Jemaat Dewasa dalam Ego ReconstructSaling Mendahului Memberi Hormat.
Upaya yang satu ini sangat serius. Oleh karena perlu digali dengan baik pemaknaannya. Orang yang selalu menunggu untuk kehormatan maka yang merasa hebat. Mendahului memberi hormat yang merupakan ciri-ciri yang Alkitabiah dengan menghargai dan menghormati orang lain tanpa mengenal status sosialnya, golongannya, sukunya. Yesus telah memberikan teladan bagi kita lewat perempuan berdosa dibawa dihadapan-Nya oleh orang farisi maka Yesus menerimanya tanpa menghukum sekalipun, dengan menantang orang farisi untuk memulai menghukum, jika di antara mereka tidak pernah bersalah sama sekali. Akhirnya, orang farisi tidak berani menghukum dan bungkam dan pergi meninggalkan Yesus dan perempuan itu tanpa basa basi.Selain itu, Pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria di sumur Yakub. Sesungguhnya orang Yahudi dan orang Samaria tidak bertemu karena adat istiadat yang mengikat namun Yesus menembus segala batas itu dengan cara menghargai dan menghormati. Jadi, Yesus membuka hati untuk menerimanya dengan penuh kelemah lembutan. Bahkan, menerima kelemahan dan kekurangan orang lain. Oleh karena itu orang yang dapat menghargai dan menghormati orang lain maka dalam dirinya akan lahir Yesus Kristus. Dalam kebenaran ini maka patut dikatakan bahwa kita harus menghargai dan menghormati dan menghargai keterbatasan dan kelemahan orang lain.
Tidak Mementingkan Diri Sendiri
Upaya untuk tidak mementingkan diri sendiri merupakan strategis dalam menciptakan kesatuan dan kecocokkan. Sebab jika terdapat egoistis dalam persekutuan itulah yang merusak persekutuan untuk tidak bertumbuh dan berkembang. Ambisi jabatan, ambisi politik. Soal ambisi ini mencuat di antara para murid dengan ambisi untuk duduk disebelah kanan dan kiri Yesus. Namun Yesus menolak keras ambisi mereka. Jadi, Yesus menegaskan bahwa melayani bukan untuk dilayani. Dengan demikian yang terjadi bukan soal kata 'Aku' tetapi 'Kita'. Untuk kita dan dari kita dan oleh kita. Yakobus 3:16:" Sebab dimana ada iri hati & mementingkan diri sendiri, disitu ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. "Arif Yupiter Gulo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H