Lihat ke Halaman Asli

Arif Wijaya

Mahasiswa Pasca Sarjana di Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga

Pendidikan yang Memerdekaan Siswa, Justru Menjajah Guru

Diperbarui: 17 Oktober 2022   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Menurut Nurhasan dkk., (2020), dalam jurnalnya mengatakan bahwa kesuksesan dalam pendidikan tidak hanya dari faktor-faktor yang ada, namun juga dapat memprediksi perubahan zaman yang akan terjadi. Hal tersebut menandakan betapa pentingnya pengembangkan diri secara berkelanjutan untuk membuat inovasi di kelasnya.

Di Indonesia saat ini telah bergulir kurikulum baru merdeka belajar sejak juli 2022 lalu berdasarkan surat edaran Kepmendikbudristek no 56 tahun 2022. Semua komponen pendidikan menyesuaikan tuntutan kurikulum, tidak terkecuali pendidik yang berbondong-bondong mengikuti jadwal diklat, seminar, pelatihan, maupun tugas di platform aplikasi merdeka mengajar (PMM). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pendidik yang mengaplikasikan merdeka belajar di kelas sudah mendapatkan fasilitas yang dibutuhkan dalam penerapannya?

Seorang pendidik memang telah mendapatkan materi, dan sekolah diberi keleluasaan untuk menyesuaikan kondisi di satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.  Dengan memahami penjelasan di website yang di inisisasi oleh Kemdikbudristek. 

Namun dalam praktiknya pendidik sudah harus dituntut untuk menerapkan merdeka belajar di kelas, menyiapkan proyek, membuat pameran, dan mengintegrasikan dengan mata pelajaran lain yang seringkali membuat pendidik sibuk dengan administrasi dan lupa tujuan utama memerdekaan peserta didik. 

Bagi sekolah penggerak sudah terdapat dana khusus untuk pengembangan kegiatan sekolah dan pengembangan materi pendidik. Namun bagaimana jika di sekolah yang belum menjadi bagian sekolah penggerak tetapi tertuntut ikut menerapkan sebagai bagian dari pelayanan kepada siswa. 

Dari kondisi tersebut, seharusnya negara hadir untuk menjamin keberlangsungan dalam pelaksanaan kurikulum. Kontribusi yang dapat dilakukan dengan mendata kebutuhan sekolah yang tidak tergabung dalam sekolah penggerak misalnya membutuhkan papan untuk mempersiapkan pameran karya siswa, panggung sebagai tempat promosi produk di materi ekonomi, dan akomodasi perjalanan dalam upaya mengenalkan secara langsung tempat bersejarah budaya sosio-masyarakat terdekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline