Lihat ke Halaman Asli

Ini Alasan Mengapa Depok Lebih Buruk daripada Perkiraan Para Pendatang

Diperbarui: 23 Juli 2015   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerbang Masuk Kota Depok (wikimedia)

Kuliah di Universitas Indonesia (UI) adalah suatu kebanggan bagi mahasiswa seperti saya yang asli Semarang, Jawa Tengah, apalagi saya bukan berasal dari keluarga yang berada. Jadi bisa menimba ilmu di UI yang berada di Depok ini sudah seperti mimpi bagi saya. Tiba di Jakarta sekitar satu tahun lalu saya melihat kemegahan Jakarta meskipun masih macet sana-sini tapi setidaknya Jakarta masih terlalu gemerlap dibandingkan Semarang.

Kemegahan dan tata kota Jakarta sebenarnya menurutnya sudah baik namun tetap masalah kemacetan memang sepertinya sangat sulit diurai tapi bukannya tidak mungkin loh ya untuk dikurangi kemacetan tersebut. Tata kota Jakarta yang bagus membuat ekspektasi saya kepada Kota Depok sangat besar karena dalam perjalanan saya menuju Depok via Pasar Minggu, Tanjung Barat dan seterusnya saya memperhatikan jalan yang bagus dan aspal yang rapi ya meskipun sangat berbedu juga sih perjalanan ke sana.

Memasuki Kota Depok via jalan Margonda saya melihat kemegahan satu kota yang tidak kalah dengan Jakarta, saya pun kagum dengan kota yang katanya beberapa tahun lalu ini seperti kota mati yang banyak sawahnya. Saya pun berpikir Depok sudah menjadi kota metropolitan.

Namun kekaguman saya kepada Kota Depok hanya bertahan sejenak karena setelah beberapa bulan saya tinggal di kost daerah Depok saya melihat dan merasa Depok tidak semenyenangkan seperti yang saya duga pada awal kedatangan saya. Jalan dan aspal yang bagus hanya ada di beberapa tempat dan hanya di perumahan komplek saja karena ketika saya jalan-jalan keliling Depok masih banyak jalan yang rusak padahal jalan tersebut merupakan jalan utama yang menghubungkan Margonda dengan Citayam.

Saya pun berpikir apa benar warga Depok setiap hari melewati jalan yang rawan kecelakaan seperti ini, mempertaruhkan nyawa hanya untuk bisa melewati jalan yang berlubang. Tidak hanya di sana, ketika saya ingin bepergian ke Bogor melewati Jalan Juanda, banyak sekali jalan yang rusak parah. Bahkan saya yang bepergian dengan teman saya menggunakan sepeda motor harus ekstra hati-hati untuk melewati Jalan Juanda ini.

Setelah melewati Jalan Juanda saya pun berpikir bisa bernapas lega, namun ternyata tidak karena jalan menuju Bogor tepatnya di Jalan Raya Bogor kondisi jalannya serupa dengan Jalan Juanda tadi.

Itu baru masalah jalan rusak, tadinya saya berpikir hanya Jakarta yang punya tata transportasi yang buruk karena angkutan umumnya berhenti di sembarang tempat tapi ternyata Depok tidak kalah buruk. Bayangkan saja, satu jalan Margonda dibikin macet hanya karena beberapa angkutan berhenti untuk mencari penumpang dan tidak hanya di margonda hampir di seluruh tempat di Depok ini semua angkutan berhenti di sembarangan tempat yang akhirnya membuat macet jalanan hingga ratusan meter.

Hampir setahun tinggal di Depok hampir membuat saya tidak betah karena Kota Depok yang monoton, dalam arti tidak ada tempat-tempat yang mengakomodasi anak-anak muda yang memiliki hobi yang bervariasi. Jika di Jakarta banyak sekali taman yang dibuka untuk umum seperti Taman Suropati, Taman Menteng dan tempat lainnya yang bisa dijadikan ajang ekspresi anak-anak muda seperti saya.

Menurut saya pribadi dan berdasarkan yang saya lihat banyak anak muda di Depok yang memiliki hobi dari berbagai komunitas harus jauh-jauh datang ke Jakarta atau ke Bandung untuk hanya sekedar bermain dan menyalurkan hobi mereka. Hal ini patut disayangkan karena Depok yang berdekatan langsung dengan Jakarta harusnya bisa mencontoh bagaimana Jakarta dan Bandung atau bahkan kota lain dalam mengakomodasi anak muda ini.

Padahal saya melihat banyak tempat yang bisa dijadikan taman publik yang bisa dijadikan warga Depok bersantai atau hanya sekadar bermain atau bahkan berolahraga di sore hari dan hari libur. Menurut pandangan pribadi saya, memang Depok kini banyak mall dan tempat perbelanjaan namun hal itu hanya menjadikan masyarakat Depok menjadi konsumtif. Seharusnya sebagai kota yang menjadi destinasi para pelajar dari luar kota Pemkot Depok membuat wadah kreatif untuk para pelajar dan tidak cuma membangun rumah makan dan mall saja yang cuma bisa menguras kantong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline