Kisah klasik yang ingin kutorehkan dalam bait-bait sajakku, suda lawah aku tak mendengar tawamu, sebuah impian yang kudambakan ketika ingin bertemu denganmu. Tawamu secamacam magnet yang selalu memikatku, aku pun enggan mendustakan hasrat yang kuimpikan, jiwa ini seakan menolak untuk berpaling lagi denganmu, karena kamu manifestasi tuhan yang terinda.
Senyummu mendamaikan hati, tawamu meluluhkan waktu, diammu membunu jiwaku oleh hasrat cinta yang tak mau berdusta, harapan itu seketika berkobar ketika melihat wajah indahmu, dibalik tawamu itu ingin sekali mengenal dirimu lebih jauh, saling menukar cerita dan ingin sekali menghabiskan waktu untuk bersamamu.
Aku akan selalu berusa agar tawa itu tak perna hilang darimu, dan berharap selalu kau berikan kepadaku, kumemohon kepada langit tolong sampaikan salamku padanya, agar diri ini tak merasa gelisa dalam lamunan, sehingga kopi yang begitu dingin akan terasa nikmat bilaku seduh setiap tegukan. Ketulusan cinta yang kuhajatkan melewati langit-langit hingka menembut keangkasa, akan ka cinta yang tulus ini mapu mengalahkan cintanya ali ke fatima, atau habibi terhadap ainun.
#penyair ulung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H