Lihat ke Halaman Asli

Ariful Azis

Mahasiswa

Jalan ke Pesantren

Diperbarui: 7 Juni 2023   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"bangun Ful bangun..!!!"(dalam bahasa Jawa), suara laki-laki membangunkan ku, kubuka mata ini melihat jam yang menempel di dinding, diambang dengan kebingungan pikiran ini karena jam menunjukan Pukul tiga dini hari, "ayuh mangkat pondok" kata laki-laki di sampingku yang tidak lain adalah kakakku, sontak aku bangun "khakh" kataku dengan wajah bingung "ayuh mangkat mondok" ulangnya lagi dengan bahasa ngapak, tanpa kata yang keluar aku duduk di atas ranjang dengan wajah polos, tidak ada ombak dan ombak tiba-tiba tepat jam tiga dini hari aku di bangunkan untuk berangkat pondok.

Kejadian ini terjadi setelah dua minggu hari raya idhul fitri dimana aku telah lulus sekolah menengah pertama di MTs Nahdlatut Talamidz, Tambak, Banyumas. Rencana untuk melanjutkan ke pondok pesantren memang sudah tertanam dalam diriku sejak masih menempati bangku sekolah dasar, "baju-baju yang mau dibawa disiapkan seperlunya aja  " saut perempuan disampingnya, setelah ibuku mengatakan itu dengan langkah beratku menuju lemari tempatku menyimpan baju-bajuku, setelah semua di siapkan kakakku langsung menuju ke depan rumah dimana terdapat sepeda motor yang akan menjadi teman selama kami perjalanan.

cengessshhhssss ndrennndrenn bunyi sepeda motor yang tandanya aku harus segera menaikinya, bergegas aku berpamitan dengan bapak ibu dan yang pasti untuk meminta do'a, selain do'a yang tidak kalah penting adalah bekal entah berupa nasehat maupun bekal lembaran yang di gunakan dalam kelangsungan hidup di pondok, tangisan bapak ibu yang membuatku juga ikut meneteskan air mata, kesedihan orang tua yang melihat anak terambang kebingungan dimana belum pernah berpisah dengan orang tua dan orang tua yang melihat anaknya dimana harus dibangunkan jam tiga dini hari.

setalah berpamitan dengan orang tua aku langsung menuju sepeda motor dan menaikinya, hanya ada rasa pasrah dan terdiam di atas motor yang di kendarai kakakku, dua jam perjalan kakakku keluar dari jalan raya dan membelokkan ke arang gang kecil dalam pikiranku apakah aku akan di pondokan disini yang posisi jalan tersebut mengarah ke pondok Trosobo, Kebumen, setelah melewati gang-gang sampailah di depan pondok "istirahat sini dulu Ful" kata kakakku setelan turun dari motor, oh ya lupa Ful itu namaku ya "Ariful", loh-loh berpikir lagi dalam otakku, dengan begitu tujuan ke pondok ini hanya untuk istirahat?

iya emang di pondok ini ada tetanggaku yang sedang tabarrukan  sambil berpikir langkah kaki juga terus bergerak mengikuti kakakku yang akan menuju kamar tetanggaku itu, setelah melewati lorong-lorong kamar sampailah di kamar yang bertuliskan Sholallohu'alaihi wassalam di pintu bagian atas, aku dan kakakku langsung masuk karena sebelumnya emang sudah ngabari terlebih dahulu, setelah bertemu tetanggaku dan ngobrol-ngobrol tak terasa sejam berlalu saatnya untuk melanjutkan perjalan yang di situ emang posisiku belum tahu mau kemana tujuan perjalanan ini, setelah berpamitan kami segera melangkah ke arah parkiran motor.
 

Melewati pepohonan-pepohonan  yang rindang motor tetap melaju dengan kecepatan rata-rata, tidak terasa sudah empat jam perjalanan dengan kondisi pasrah dan manut entah kemana badan ini akan dibawa, mau di pondokan dimana jiwa ini karena emang dari awal berangkat sampai saat ini dimana aku melewati gapura selamat datang Magelang belum ada kepastian dari kakakku mengenai Pesantren yang akan aku masuki, sampai dimana kakakku menghentikan motornya di sebuah pesantren tepatnya di daerah Simo, Boyolali.

setelah berada di pondok itu kami bergegas ke ndalem abah yai yang gusnya(anak dari kyai) ternyata temen kakakku sendiri, setelah berbincang lama dan memasrahkan diriku kepada abah yai, tadi ketika sampai di pondok jam menunjuk puku 13:27 dan sekarang setelah banyak obrolan yg di bincangkan jarum jam tepat di angka tiga, kakakku harus kembali ke pesantrennya di jogja, dengan begitu aku akan memulai kehidupan baru di pesantren untuk hidup mandiri tanpa bimbingan keluarga, begitu asing bagiku suasana di boyolali karena sangat berbeda budaya, bahasa dan cuaca, yang membuatku begitu tertekan, banyak anak-anak pesantren yang menghampiriku hanya untuk melihat lantunan bahasa ngapak yang mereka anggap sengat lucu, dalam hati ini begitu ingin meluapkan kesedihanku.

setelah berhari-hari di pesantren dengan banyaknya tekanan dari mulai diriku di buat candaan atas bahasaku dan budaya yang sangat berbeda semua ku lalui dengan begitu menyakitkan, hingga dimana aku sudah bisa menyesuaikan dengan lingkungan, bahasa dan budaya, di pondok ini aku juga menimba ilmu umum di MA Nurul Qur'an Simo, Boyolali, yang masuk dalam yayasan PonPes Nurul Qur'an, tentunya tidak lupa pengajaran di pesantren yang bukan lain adalah kitab kuning.

Sudah tidak asing lagi bagi kami yang menempati tembok suci, sudah menjadi tradisi kami dalam kegiatan sehari-hari mengkaji, meneliti meresapi, dan mengamalkan, kitab kuning bukan sekedar buku biasa, melainkan sebuah lembaran-lembaran yang berisi karya-karya para ulama-ulama, waliyullah, yang di situ terdapat pelajaran-pelajaran yang menjadi acuan dalam berpijak, sebagai sumber-sumber dalam berargumen, penyelesaian masalah, dan acuan dasar berperilaku, masih banyak lainnya hal-hal yang tidak dapat tersampaikan mengenai kitab kuning. 

Nama kitab kuning tidak lepas dari Pondok Pesantren, sebagai komponen penting dalam pesantren selain Kyai, Santri, asrama, dan tempat ibadah (masjid) Selain sebagai komponen penting, malah bisa dikatakan wajib dalam pesantren.

Dalam ajaran Islam dikatakan sebagai kitab tradisional, yang mengisi pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al-islamiyyah) mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab(ilmu nahwu dan ilmu sharf), hadits, tafsir, ilmu Al-Qur'an, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (muamalah). Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun, dan sebagainya). Oleh sebab itu, untuk bisa membaca kitab kuning diperlukan kemahiran dalam tata bahasa Arab (nahwu dan sharf), untuk mengetahui tentang bab-bab muamalah atau hukum-hukum Islam Apakah dibutuhkan yang namanya ilmu fiqih diantara kitab-kitabnya antara lain
*Fathul Qorib, karya Imam Ibnu Qosim Al-ghozzy
*Fathul Mu'in, karya Imam Zainuddin bin Abdul Aziz Al-malibari
*Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumair Al-hadhrom
*Sullamul Munajah, karya Syekh Nawawi Al-bantani
*Bughyatul Musytarsyidin
*Minhajut Thalibin, karya Imam An-nawawi
      Masih banyak lain juga kegiatan-kegiatan di pesantren yang disitu membentuk karakter kepribadian santri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline