Lihat ke Halaman Asli

Arif RahmatTriasa

Islamic Studies (Concentration in Islamic Educational Psychology)

NDP Perspektif Keperempuanan

Diperbarui: 13 Juli 2022   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dalam ranah sosial budaya, dalam hal ini kajian gender lebih banyak berkonsentrasi dalam kajian sosial, budaya, psikologi, dan aspek-aspek non biologis. Kajian gender lebih menekankan kepada aspek maskulinitas dan feminitas seseorang.

Dalam diskursus gender, peran perempuan mengalami pergeseran sehingga menjadi pembicaraan dalam kajian ilmu pengerahuan. Pelibatan perempuan dalam berbagai aktifitas kehidupan mengalami tantangan dan hambatan dengan masih mendominasinya laki-laki dalam segala aktifitas kehidupan. 

Setidaknya problem gender yang dihadapi perempuan menurut Mansour Fakih ada lima faktor: pertama yaitu marginalisasi terhadap perempuan berupa pemiskinan perempuan dalam kehidupan sosial, politik, budaya, dan ekonomi. 

Kedua yaitu subordinasi berupa pergeseran peran perempuan dari yang memiliki peran di ranah publik, kemudian dibatasi hanya dalam ranah privat saja. Ketiga Stereotipe berupa pelabelan negatif kepada perempuan. Keempat kekerasan terhadap perempuan. Dan kelima adalah beban ganda yang dialami perempuan dalam menjalani kehidupan.

Perempuan dalam wacana kontemporer menjadi sebuah perspektif epistemologi yang mesti di bahas. Problematika perempuan dalam diskursus gender melahirkan gerakan perempuan yang sadar akan pembatasan dirinya dan menolak ketidakadilan yang terjadi dan berusaha membangun sistem gender yang lebih adil dengan mengoptimalkan peran perempuan dalam segala aspek kehidupan. 

Perkembangan pemikiran zaman sekarang menuntut adanya pembaharuan sosial berupa perbaikan peran perempuan.

Pada saat ini, fenomena gerakan perempuan ini merambah kedalam pemikiran Islam. Ajaran Islam yang tertulis di dalam al-Qur'an secara tegas menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki di hadapan Allah adalah sama kedudukannya (Q.S 49:13), terutama dalam melakukan perbuatan baik (Q.S 16:97). 

Dalam hal ini, Islam menyatakan bahwa perbedaan manusia hanya pada amal baik yang dilakukannya, sehingga perempuan dan laki-laki dituntut untuk selalu berusaha melakukan kebaikan tanpa melihat perbedaan. 

Bahkan usaha untuk mendekati Allah dalam pemikiran tasawuf dapat ditempuh seseorang ketika seseorang mampu menguatkan dimensi feminim/jamaliyah, dan mengendalikan dimensi maskulinitas/jalaliyah dalam diri manusia.

Dalam pemikiran Islam, setidaknya ada tiga golongan pemikiran yang dapat kita tipologikan dalam melihat problem perempuan dalam Islam berdasarkan epistemologi kajiannya. Pertama golongan ideal-formalistik yang mengedepankan nalar berpikir bayani, yaitu kerangka pemikiran yang berpijak pada otoritas teks yang diijtihadkan, sehingga melahirkan tafsir dan hukum-hukum dalam Islam. 

Sebagaimana kita ketahui, rata-rata para mujtahid merupakan laki-laki yang dalam proses pemikirannya menggunakan pendekatan pengalaman maskulin, dan jarang memperhatikan pengalaman feminin yang menurut Fatima Mernissi dan Amina Wadud cenderung melahirkan pemahaman yang misoginis terhadap perempuan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline