Lihat ke Halaman Asli

Kuhabiskan Malam Ini Di Jakarta

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keramaian lagu-lagu suara desah motor yang melintasi jalanan Ibukota. Kulantunkan sejumlah nafas-nafas jeritan dalam hati. Inilah Ibukotaku. Kota beraroma keributan dan penuh kesibukan menyeluruh yang bernuansa mega glamoris di sejumlah kalangan elit. Kota yang menjadi rebutan pada masa dulu yang sekarang telah memulai kehidupannya pada babakan di jaman ini. Dan yang telah ku jejaki untuk kedua kalinya. kota ini telah mengalami perubahan total dari waktu itu aku datang.

Bersama sahabatku, di rumah nan sederhana dan membuat hati ini nyaman dan damai dengan sebanyak bunga-bungaan yang kukira langka untuk tumbuh di bilangan Jakarta. Aku memulai dengan sejumlah keingintahuan yang melanda diri untuk mengetahui hiruk pikuk tentang warna-warni kehidupan yang membuatku penasaran dari setelah aku tiba di Kota ini.

Sejumlah uraian kata-kata yang sekiranya tak mampu ku katakan, tapi ku coba merangkainya dengan ragu dan gagap. Lagi pula melihat senyum beliau yang seakan menyuruh untuk bertanya, hingga membuatku tambah bingung. Tapi ku beranikan diri untuk tahu. Mumpung ada kesempatan yang kukira sangat langka untuk didapat.

Dengan gelagat betawi yang kental dengan kekhasan canda gurau, beliau menjawab sejumlah pertanyaan yang tercengang di pikiranku. Tidak ada rasa malu sedikitpun pada beliau untuk menjawab, meski penuh suka yang bersembunyi rasa gelisah yang bisa kurasa di hati. "Lalu apakah hari-hari di Jakarta selalu berjalan seperti ini bang?" tanyaku penuh penasaran. Dengan senyumnya yang khas bernuansa emosional beliau menjawab, "Yang namanya kota Jakarta inilah adanya. Kemacetan dan polusi sudah menjadi adat yang tidak bisa absen tiap hari bahkan sudah membudaya dan hal wajib di sini". "Disetiap jalanan tidak ada namanya sela untuk bernafas. Pasti di situ kemacetan menimbun". Tersentak sebentar hatiku setelah mendengar lantunan beliau dengan suara penuh kebosanan atas masalah itu.

Segera aku menyela dengan mengambil sebatang rokok dengan seduhan kopi hangat yang telah disajikan untukku. Terang saja orang kelas rendah sepertiku hanya bisa begitu bukan.

Sambil menikmati isapan rokok yang tak lain adalah rokok buatan Kudus (kota yang tak jauh dengan tempat tinggalku), aku mencoba bertanya lagi tentang hal yang membisiki telingaku dari tadi. Dengan rasa agak malu aku kembali bertanya, "Bagaimana abang merasakan kehidupan di Jakarta ini?". Beliau berpikir sejenak hingga kemudian menjelaskan kepadaku, "Hidup itu adalah perjuangan, bila kita mau maju dan tetap bertahan hidup dimanapun itu berada, hanya satu yang kita butuhkan 'Keberanian Untuk Melangkah'. Di Jakarta itu memang keras hidupnya. Susah nyari uang dan susah pula nyari kerja. Tapi saya belajar dari semua itu. Hanya sebuah keyakinan jika di setiap sisi kesulitan dalam hidup pasti ada kebahagian yang tersembunyi di balik semua itu." Lalu tertegun aku mendengar larik kata-katanya. Dan segera berpikir itu memang benar adanya. Hidup itu memang butuh keberanian untuk melangkah dan menentukan arah tujuan yang jelas dan pasti.

Tak terhingga di benakku jika negara ini lebih memprioritaskan segi pendidikan untuk kehidupan rakyatnya sendiri. Pastilah kebodohan tidak merayap ke kalangan bawah. Banyak rakyat tertindas. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Tak sepatutnya negara ini menderita seperti itu mengingat betapa kayanya anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita. Hanya pendidikan memang hal yang sangat sangat mutlak pentingnya di negeri ini. Kesenggangan sosial yang menjadi masalah utama dan merangkul sejumlah kasus-kasus kriminal yang ada. Apakah ini yang namanya kemakmuran? Apakah ini merupakan tujuan negara yang hanya bisa menyengsarakan rakyatnya sendiri? Jika memang negara ini peduli terhadap rakyatnya, tentu tidak begini Pemimpin memperlakukan rakyat yang sekira sebagai roh diatas mereka berdiri. Gemuruh budaya praktek kemunafikan diterapkan dalam pemerintahan. Apakah pemerintah sudah mengaca diri mereka sendiri? Tidakkah malu di depan berkata manis tapi menusuk dari belakang dengan tanpa wajah-wajah bersalah?

Aku sentak berpikir, mungkin ini taruhan hidup bagi mereka yang mampu bertahan dan survive atas keterpurukan kebutuhan ekonomi yang mendesak dan membelit kebutuhan sehari-hari mereka.

Detak-detak menit berlalu, kemudian tersenyum aku setelah beberapa kawannya datang. Maklum saja, beliau baru pulang dari Bogor bersama adhiknya dan mengajakku untuk ikut di sini. Teringat sedikit aku di jalanan tadi. Telah kulalui perjalanan dari Bogor-Jakarta. Ini pertama kalinya aku menemu inspirasi melewati jalanan Jakarta. Universitas Indonesia yang begitu megah berdiri, tak usung hati ini untuk memasukinya. Lalu sejenak beliau menunjuk Taman Makam Pahlawan. Singkat kata aku terpikir nama inspiratif dalam hidupku. Ya, Chairil Anwar yang syairnya begitu mengema di telingaku. Tak kan pernah luntur perjuangannya dalam jiwaku.

Begitu kental beliau dan kawan-kawannya bercakap ria dalam nuansa canda betawi. Aku hanya diam dengan senyum mendengar dan mengamati cara-cara mereka bercerita. Kuakui juga, beliau orangnya mudah bergaul dari sejumlah kalangan baik muda maupun tua. Dari sini juga aku melihat bagaimana beliau bercengkrama dengan santun dan sopan serta bijak dalam setiap perkataan.

Sahabatku yang dari tadi bergumam kemudian terdiam dan segera memegang handphonenya yang dari tadi berbunyi dan tak pernah kuperdulikan. Ya sudah kuduga pasti pesan dari perempuannya di Bogor. Memang ada sedikit rasa iri dalam diri, mungkin karena aku belum bisa merasakan cinta dan kasih sayang. Ya sudahlah mungkin juga tak penting bagiku. Aku terus mendengar dan tengelam dalam obrolan kawan-kawannya, sambil kunyalakan lagi sebatang rokok claser.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline