Lihat ke Halaman Asli

Arif Rahman

Karyawan swasta

Sampah Plastik: Energy, Ecology and Economics Value

Diperbarui: 12 Desember 2023   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sampah plastik selama ini digadang-gadang sebagai benda yang tidak berguna dan menjijikan yang sulit terurai oleh tanah.  Dibutuhkan waktu puluhan tahun hingga ratusan tahun agar sampah plastik tersebut terurai oleh tanah. Tetapi, sampai kapan kita menimbun plastik bekas pakai tersebut? Sedangkan bumi yang kita pijak mempunyai usia dan ketahanan geografi juga, tidak bisa kita terus membuang sampah terutama sampah plastik secara sembarangan. Bukan hanya dampak lingkungan saja yang ditimbulkan dari sampah plastik tersebut, dampak kesehatan, sosial dan budaya pun berpengaruh. Bahkan sampah sosial dan budaya kita dinobatkan sebagai negara penghasil sampah terbesar kelima di dunia. Wah, sungguh prestasi yang memilukan bagi kita. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 35,83 juta ton sepanjang 2022.

Indonesia pun saat ini hanya mempunya 12 PLTSa yang masih 1 di pulau Sumatera, tepatnya di Palembang. 8 di pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Bekasi, Bandung, Semarang, Tangerang, Tangerang Selatan, Solo, Surabaya. Pulau Bali ada 1 yaitu di Denpasar, dan Sulawesi ada 2 yaitu di Manado dan Makasar. Pembagian ini masih belum cukup untuk pengentasan sampah di Indonesia, terutama sampah plastik. Pembangunan PLTSa tersebut masih belum merata, dan masih harus ditambahkan dengan pembangunan PLTSa di kota-kota besar dan kota penunjang lainnya. Hal ini demi untuk menekan angka penumpukan sampah dan mereduksi penggunaan energi lainnya yang tidak ramah lingkungan, seperti batu bara.

Pengggunaan sampah plastik sebagai alternatif energi listrik terbarukan menggunakan metode pirolosis, thermolisis atau yang biasa disebut sebagai proses konversi thermal. Proses konversi thermal berbasis sampah plastik sudah diterapkan oleh beberapa negara maju dan sangat efektif untuk mengurangi rasio sampah yang ada.

Pada intinya proses tersebut yaitu proses dekomposisi kimia dengan menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu karbon, beberapa zat lainnya. Produk lain adalah gas berupa karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan beberapa gas yang memiliki kandungan kecil. Hasil pirolisis berupa tiga jenis produk yaitu padat, gas, dan cair. Nah, dalam metode ini proses yang diambil untuk menjadi energi panas atau thermal untuk mengubah air menjadi uap dengan kompresi yang tinggi, sehingga uap tersebut dapat mengaktifkan dan menggerakkan turbin. Umumnya proses pirolisis berlangsung pada suhu di atas 300°C dan memakan waktu 4-7 jam.

Selain itu, dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses tersebut mampu meminimalisir polusi air tanah, begitu pun juga dampak ekonomis bagi pelaku rumah tangga, harga sampah plastik saja di tingkat pengepul kisaran Rp.500-3.000/kg. Nilai ekonomi tersebut apabila dikonversikan ke separuh dari total sampah plastik yang telah terhimpun di periode 2022 dapat mencapai +- Rp53 miliar. Bayangkan, kegunaan sampah plastik apabila dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, tentu polusi air tanah dan musibah banjir yang sering melanda kota-kota besar dapat diminimalisir.

Sejatinya sampah bukanlah sesuatu yang menjijikan, bahkan bernilai manfaat bagi banyak pihak. Ingat pepatah mengatakan "buanglah sampah pada tempatnya" ini memang sangat benar, penempatan, identifikasi, dan klasifikasi sampah sangat berarti dan berguna, sampah organik dapat dijadikan pupuk maupun bio masa, sampah plastik dapat dijadikan sumber energi listrik dan gas, sampah logam dapat dijadikan dan dilebur untuk penggunaan bahan baku logam lainnya yang kesemuanya memiliki value of economics and ecology.

Di negara kita, kesadaran terhadap pemanfaatan sampah plastik sangat minim, tentunya ini menjadi PR bagi setiap individu maupun kelompok yang terlibat, dari ranah masyarakat, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat, maka dari itu pentingnya pendidikan terhadap lingkungan dan energi terbarukan semakin digalakkan bagi generasi saat ini hingga generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline