Lihat ke Halaman Asli

Arif Prabowo

UIN KH Abdurrahman Wahid, Yayasan Al Ummah, PAUD IT/ TKIT/ SDIT Ulul Albab, SMP/SMA IT Assalaam Boardinng School

Mencintai Remaja, Menghadapi Gejolak Identitas di Era Kekacauan Digital

Diperbarui: 18 September 2024   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://theconversation.com

Bismillah,
Mencintai remaja di era sekarang bukanlah perkara mudah. Mereka hidup di tengah derasnya arus informasi digital, di mana tekanan dari media sosial, budaya populer, dan pergaulan semakin mengaburkan nilai-nilai tradisional. Sementara kita, para orang tua dan pendidik, sering kali merasa kewalahan menghadapi perubahan cepat dalam cara mereka berpikir, berbicara, dan bertindak. Namun, di balik semua itu, remaja tetaplah manusia muda yang sangat butuh cinta dan pengakuan, meskipun sering kali mereka tampak keras kepala, memberontak, atau tidak peduli.

Fenomena “digital native” (-sebutan untuk generasi yang lahir dan tumbuh di era digital, sehingga mereka sangat akrab dengan teknologi-) telah mengubah cara remaja berinteraksi dengan dunia. Mereka hidup dengan ponsel di tangan, menjalin hubungan emosional dengan teman-teman maya yang kadang lebih mereka percayai daripada orang tua mereka sendiri. 

Ini adalah realitas baru yang perlu kita hadapi. Sebagai orang tua dan pendidik, kita tak bisa lagi mengandalkan pola pengasuhan lama yang menuntut ketaatan mutlak. Remaja sekarang lebih kritis, lebih mandiri, dan lebih menuntut kebebasan. Namun, justru dalam situasi inilah kita harus belajar mencintai mereka lebih dalam—dengan pemahaman, bukan dengan tuntutan.

Mengapa memahami remaja menjadi kunci penting dalam mencintai mereka? Karena remaja bukanlah anak kecil lagi, tetapi juga belum sepenuhnya dewasa. Mereka berada dalam fase pencarian identitas yang penuh gejolak (karena hormon hormon yang tumbuh ). 

Dalam pandangan psikologi perkembangan, fase ini dikenal sebagai masa storm and stress, di mana emosi mereka bisa meledak-ledak, keputusan mereka sering impulsif, dan mereka sangat peka terhadap penilaian orang lain. Namun, di sinilah letak tantangan terbesar bagi kita: bagaimana mencintai mereka dengan cara yang sesuai dengan dunia mereka yang serba cepat dan penuh tekanan ini?

Syaikh Ibn Qayyim Al-Jawziyyah dalam karyanya menekankan bahwa mendidik anak tidak boleh dilakukan dengan kekerasan atau paksaan, tetapi dengan kelembutan yang penuh hikmah. Beliau mengingatkan bahwa setiap anak, terutama remaja, harus diperlakukan sesuai dengan kondisinya., filasafatnya mengintegrasikan pendidikan spiritual dan moral, yang bertujuan untuk menumbuhkan karakter mulia dan jiwa yang tenang.

Syaikh  Ibnu Qayyim menentang kekerasan dalam pendidikan, mempromosikan lingkungan pengasuhan yang menumbuhkan pemahaman dan perkembangan moral(Azhar et al., 2024).  Jika kita hanya memaksa mereka untuk patuh tanpa memahami apa yang mereka alami, kita tidak akan pernah mendapatkan cinta dan kepercayaan mereka. Ini adalah tantangan bagi orang tua modern, yang kadang merasa terputus dari dunia remaja karena perbedaan cara pandang dan nilai-nilai yang mereka pegang.

Dalam studi yang diterbitkan oleh Journal of Adolescence, ditemukan bahwa remaja yang merasa dipahami oleh orang tua dan pendidik mereka cenderung lebih terbuka dalam berdiskusi tentang masalah mereka, serta memiliki tingkat kesejahteraan emosional yang lebih tinggi. Komunikasi terbuka antara orang tua dan remaja terkait dengan peningkatan kesejahteraan emosional dan psikologis(Dervishi et al., 2023). 

Ini adalah bukti bahwa cinta yang disertai pemahaman dapat menjadi jembatan kuat dalam membangun hubungan yang sehat dengan remaja. Kita harus sadar bahwa remaja, meskipun tampak mandiri, tetap membutuhkan panduan dan cinta dari orang tua mereka.

Namun, memahami saja tidak cukup. Mencintai remaja juga berarti berani terlibat dalam dunia mereka, mendampingi mereka dalam perjalanan menemukan identitas diri. Jangan hanya sekadar menghakimi pilihan mereka atau membandingkan mereka dengan generasi kita dahulu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline