Lihat ke Halaman Asli

Arif Prabowo

UIN KH Abdurrahman Wahid, Yayasan Al Ummah, PAUD IT/ TKIT/ SDIT Ulul Albab, SMP/SMA IT Assalaam Boardinng School

Saat Remaja, Saat Membanjirnya Hormon Cinta

Diperbarui: 28 Agustus 2024   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Bismillah,

Belajar dari ayah Irwan Rinladi, pemerhati keayahan. bahwa usia remaja adalah membanjirnya hormon cinta.
Masa remaja sering kali digambarkan sebagai periode paling dinamis dalam kehidupan seorang individu. Di usia ini, remaja tidak hanya mengalami perubahan fisik yang signifikan, tetapi juga berada dalam pusaran emosi yang kompleks. Salah satu aspek yang paling mencolok dalam fase ini adalah munculnya dorongan cinta yang kuat, dipicu oleh banjirnya hormon-hormon seperti testosteron, estrogen, dopamin, serotonin, dan oksitosin. Hormon-hormon ini tidak hanya mempengaruhi perubahan fisik tetapi juga memainkan peran besar dalam membentuk perilaku dan emosi remaja.

Menghadapi masa remaja yang penuh gejolak ini, penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami bahwa dorongan-dorongan emosional yang dialami remaja adalah bagian normal dalam perkembangan mereka. Penelitian yang dipublikasikan oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa fluktuasi hormon selama masa remaja berhubungan erat dengan perubahan suasana hati, dorongan untuk mencari hubungan sosial, dan meningkatnya minat terhadap hubungan romantis. Oleh karena itu, pendekatan yang bijaksana dalam mendampingi remaja adalah dengan memberikan pemahaman, bukan dengan memaksakan kontrol yang ketat.

Dalam pandangan Islam, masa remaja juga dianggap sebagai masa penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian. Para ulama, seperti Imam Al-Ghazali, menekankan pentingnya mendidik akhlak dan moral anak sejak dini, karena masa ini adalah masa di mana mereka mulai memahami dan menjalankan tanggung jawab sosial dan agama. Namun, Al-Ghazali juga mengingatkan bahwa pendidikan akhlak tidak boleh dilakukan dengan kekerasan atau pemaksaan, tetapi harus disertai dengan kelembutan dan kebijaksanaan.

Saat hormon cinta mulai mendominasi, remaja sering kali merasa bingung dengan perasaan mereka. Mereka mungkin merasa tertarik secara fisik dan emosional kepada lawan jenis, tetapi belum sepenuhnya memahami bagaimana cara yang tepat untuk mengekspresikan perasaan tersebut. Ini adalah masa di mana mereka membutuhkan bimbingan, bukan hanya dari orang tua, tetapi juga dari lingkungan sosial mereka.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Rochester, dukungan dari lingkungan sosial yang positif, termasuk keluarga dan teman sebaya, sangat penting dalam membantu remaja mengelola dorongan hormonal mereka dengan cara yang sehat. Remaja yang merasa didukung dan dipahami oleh orang-orang di sekitar mereka cenderung lebih mampu mengendalikan emosi mereka dan membuat keputusan yang lebih bijaksana terkait hubungan romantis.

Namun, sering kali orang tua dan pendidik merasa khawatir dengan perubahan-perubahan ini dan cenderung merespon dengan memberikan aturan yang ketat atau larangan yang berlebihan. Meskipun niatnya baik, pendekatan ini bisa berbalik menjadi bumerang. Remaja yang merasa terlalu dikekang mungkin akan mencari cara untuk memberontak atau bahkan menyembunyikan perasaan dan perilaku mereka, yang pada akhirnya bisa menimbulkan masalah yang lebih besar.

Pendekatan yang lebih efektif adalah dengan membuka ruang dialog yang terbuka dan jujur antara orang tua dan anak. Sebuah studi dari Journal of Adolescent Health menyatakan bahwa remaja yang memiliki hubungan komunikasi yang baik dengan orang tua mereka cenderung memiliki sikap yang lebih positif terhadap hubungan cinta dan lebih mampu menavigasi dinamika hubungan dengan bijaksana.

Dalam konteks ini, sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai Islam yang kuat sebagai landasan dalam membimbing remaja menghadapi banjirnya hormon cinta. Dengan pemahaman yang benar tentang konsep cinta dalam Islam, remaja bisa diarahkan untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam kerangka yang sesuai dengan ajaran agama, seperti menjaga kesucian diri dan menghindari perilaku yang bisa menjerumuskan mereka ke dalam dosa.

Menjadi tantangan , memahami dan membimbing remaja dalam menghadapi banjirnya hormon cinta bukanlah tugas yang mudah. Di satu sisi, remaja membutuhkan kebebasan untuk mengekspresikan perasaan mereka dan menjelajahi dunia baru yang penuh dengan emosi dan relasi. Di sisi lain, mereka juga membutuhkan bimbingan yang bijak agar tidak tersesat dalam gejolak perasaan yang bisa membawa mereka ke jalan yang salah.

Dalam hal ini, penting bagi orang tua dan pendidik untuk mengenali tanda-tanda ketika remaja mulai mengalami kebingungan atau kecemasan terkait perasaan mereka. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of California, Berkeley, menunjukkan bahwa remaja yang tidak mendapatkan dukungan emosional yang cukup cenderung lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi, terutama ketika mereka merasa tidak mampu mengelola perasaan cinta dan ketertarikan mereka dengan cara yang sehat.

Untuk mengatasi ini, komunikasi yang terbuka antara orang tua, pendidik, dan remaja menjadi sangat penting. Remaja perlu merasa bahwa mereka memiliki tempat untuk berbicara tentang perasaan mereka tanpa takut dihakimi atau dikekang. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, dalam mendidik anak, hendaklah kita berlaku lembut dan tidak memperlakukan mereka dengan kasar, karena kelembutan itu lebih mendekatkan mereka kepada kebenaran. Mengajarkan nilai-nilai Islam dengan cara yang penuh kasih sayang dan pengertian akan membantu remaja memahami batasan dan tanggung jawab mereka dalam hubungan sosial dan romantis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline