Lihat ke Halaman Asli

Bledhek

____________

Remahan Roti, yang Bergerak, dan yang Mati

Diperbarui: 25 Februari 2021   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pojokseni.com

Remahan Roti, yang Bergerak, dan yang Mati

Pesta belumlah usai
Namun remahan roti telah berserak di lantai
Kaki-kaki jenjang sepatu mengkilat
Anak tukang semir mendekat terusir
Untuk receh tak seberapa
Ia tahan dihina lalu pura-pura menutup muka
Padahal hatinya sangat kecewa
Dengan cantik ia mainkan adegan drama,
"Terimakasih, Pak. Mohon maaf."
Lalu pergi tak kembali

Kau tau, sepuluh hingga duapuluh tahun akan datang ia masih mengingatmu
Sejarah kelamnya adalah tentang dirimu

Dari satu kaki ke kaki lainnya
Remahan roti menempel
Mengotori kaoskaki

Ia terus saja bergerak
Ke luar restoran,
Club malam,
Hotel,
Kantor,
Hingga pintu rumah mereka
Remahan roti melekat naik ke atas kepala
Menutup mata
Menyumbat hidung
Membungkus nurani

Aku jadi teringat Duryudana dan Krisna
Ia lebih memilih pasukan narayani
Matanya hanya melihat jumlah kaki
Kekuatan dalam memenangkan pertempuran
Dan salah besar!

Seperti ingatan anak tukang semir dan harga dirinya
Seperti Duryunada yang buta mata hatinya
Seperti remahan roti yang terus bergerak
Kaki jenjang akan terkilir
Setelah bergerak melewati perempatan
Masa itu akan datang

Tentu saja yang mati tak akan menyaksikan
Yang sudah pergi hanya mampu mengenang dan menceritakan
Bagaimana remahan roti yang bergerak
Bagaimana yang mati
Mata, akal budi, atau harga diri
Mungkin saja satu pun tak akan ada yang membuatnya menyadari

Tb, 25 Pebruari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline