Lihat ke Halaman Asli

Multikulturalisme Sebagai Modal Pembangunan

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Persatuan Wartawan Indonesia(PWI), Senin, 2 April 2012, menggelar dialog dengan mengundang bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur bertempat di Hotel Pullman, Jakarta. Hadir Alek Nordin, bakal calon gubernur yang saat ini masih menjabat gubernur Sumatera Selatan. Demikian pula, bakal calon gubernur yang maju dari jalur independen Faisal Basri bersama pasanganya Biem Benjamin.
Dalam kesempatan ini setiap bakal cagub dan cawagub diberikan kesempatan untuk mempresentasikan paparan visi-misi dan program yang ditawarkan dalam menjawab kompleksitas persoalan Jakarta. Begitu pula Faisal Basri, ekonom yang siap bertarung dalam bursa perebutan kursi kepemimpinan DKI ini, secara gamplang menguraikan aneka masalah yang melingkupi ibukota, disertai sodoran program sebagai jawaban atas permasalahan.
"Kedzaliman begitu nyata," demikian terang Faisal Basri dalam sesi tanya jawab menanggapi pertanyaan para peserta. Kedzaliman di Jakarta, ungkap Faisal, bisa dilihat dari aneka fasilitas publik yang justru dikomersialisasikan oleh kelompok tertentu. Padahal, menurut ekonom ini, fasilitas publik merupakan hak warga, namun mengapa malah dikomodifikasi menjadi ruang privat yang diperuntukan untuk meraup keuntungan segelintir orang.
Sementara Biem Benjamin, menyampaikan pentingnya membangun Jakarta dengan mengedepankan multikulturalisme. Sebab, kata dia, Jakarta terdiri atas beragam etnis, suku dan agama sehingga sangat warna-warni. Keragaman semacam ini, lanjut dia, harus didayagunakan sebagai modal membangun Jakarta dengan menciptakan tatanan sosial yang harmonis, toleran dan saling menghargai.
Namun, ia juga mewanti-wanti, agar kearifan lokal jangan sampai dipinggirkan. Sebut saja, budaya Betawi sebagai akar budaya Jakarta perlu mendapat perhatian serius. Sebab, kata dia, budaya Betawi makin kehilangan eksistensi selain kehilangan ruang ekspresi. Itu sebabnya, ia mengusulkan dan jika terpilih akan menempuh kebijakan diskriminasi positif untuk menjaga budaya Betawi agar tak punah ditelan zaman.(Arif Nurul Imam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline