Catatan Arif Minardi
Kehidupan bangsa Indonesia kini diwarnai dengan terpuruknya minat baca buku dan menulis. Terutama dari para elite bangsa dan kaum muda. Mereka lebih asyik bermain gawai dan bersosial media. Kebanyakan sebatas menulis celotehan dan kalimat sepotong-sepotong yang nuansanya sangat dangkal.
Saya mengamati sebagian besar penulis di Kompasiana adalah kaum pekerja. Sebagai pekerja yang profesional tentunya segala sesuatunya mesti dicatat dalam log book atau dalam catatan harian masing-masing. Hal ini sesuai dengan standar ISO yang mana segala sesuatunya mesti dicatat dengan baik. Saya melihat konten dalam Kompasiana pada prinsipnya adalah semacam catatan pribadi para pekerja. Juga pengalaman, gagasan dan "unjuk keprihatinan" jika ada masalah kolektif maupun pribadi.
Di dalam Kompasiana tumbuh solidaritas dan kebersamaan dalam menyikapi kondisi bangsa. Bermacam komunitas yang tumbuh di Kompasiana mirip dengan organisasi serikat pekerja. Semua komunitas yang eksis di Kompasiana menuju kepada arah yang sama yakni bagaimana meningkatkan indeks literasi anggotanya. Selain itu juga meningkatkan kompetensi menulis terkait dengan bidangnya masing-masing.
Peran Kompasiana sangat strategis dalam kehidupan bangsa. Keniscayaan indeks literasi bangsa perlu segera ditingkatkan agar tidak semakin jauh tertinggal oleh bangsa lain. Salah satu upaya perbaikan kualitas literasi bangsa lewat rubrik-rubrik Kompasiana. Yang menurut saya rubrik Fiksiana di Kompasiana tidak kalah dengan platform storytelling Wattpad. Kini di negeri ini semakin banyak yang berminat membaca karya fiksi. Mungkin ada pengaruh dari medium seperti itu (Wattpad) dan banyak karya tulisan yang diterbitkan secara komersial.
Wattpad merupakan salah satu aplikasi yang sangat populer untuk membaca dan menulis cerita. Banyak penulis baru yang berlomba-lomba mempublikasikan karyanya melalui platform menulis tersebut sebagai salah satu jalan tol agar tulisannya dilirik oleh penerbit maupun produser film. Beberapa tahun terakhir ini, cukup banyak cerita dari aplikasi Wattpad yang dibeli hak adaptasinya, bukan untuk dijadikan film layar lebar, melainkan web series.Saya berharap Kompasiana juga menuju kesana.
Pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Prabowo Subianto dihadang oleh masalah indeks literasi bangsa yang masih rendah. Saatnya pemerintah mawas diri dan berusaha bangkit terkait dengan masih terpuruknya usaha perbukuan dan rendahnya minat baca masyarakat. Perhatian dan pengembangan terhadap buku searah dengan program utama UNESCO. Seringkali lembaga dunia ini menyerukan pengembangan buku dan literasi bagi suatu bangsa.
Masih rendahnya tingkat literasi kaum pekerja/buruh saat ini bertemali dengan rendahnya indeks literasi nasional. Menurut The World Most Literate Nation Study tingkat literasi Indonesia dalam peringkat 60 dari 61 negara yang diteliti. Yang lebih menyedihkan menurut UNESCO tingkat literasi membaca di Indonesia hanya 0,001 persen. Hal ini berarti dari 1000 orang, hanya 1 orang dengan minat baca tinggi.
Sebelum Indonesia merdeka, pada era sekitar tahun 1930-an tingkat literasi kaum buruh justru pernah dalam tingkat yang tinggi. Hal itu ditandai dengan adanya tiga surat kabar yang dikelola oleh kaum buruh dan tokoh pergerakan bangsa yakni koran Moestika, Oetoesan Indonesia dan Soeara Oemoem.
Konten ketiga koran diatas selain menjadi senjata kaum buruh dalam hubungan kerja juga menjadi alat yang hebat untuk mendongkrak tingkat literasi kaum buruh. Tokoh pendongkrak literasi tersebut antara lain Haji Agus Salim, Surjopranoto, Sukiman, Mohammad Hatta.