Lihat ke Halaman Asli

Arif Minardi

Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Benahi Industri Karet Alam

Diperbarui: 6 September 2024   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengolahan karet alam menjadi sejumlah produk di BRSI Palembang. (dok.KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH) 

Catatan  Arif Minardi 

Kondisi ekonomi global berpengaruh buruk bagi usaha perkebunan khususnya industri berbasis karet alam. Volume ekspor karet alam Indonesia kini menurun karena seretnya produksi. Investasi di sektor itu juga mulai lesu. Dengan kondisi seperti di atas pemerintah dan pengusaha sebaiknya mengambil langkah yang konkrit. Perlunya akselerasi proyek infrastruktur yang terkait dengan industri hilir karet alam.

Agribisnis karet nasional tengah mengalami tekanan berat dalam satu dekade ini disebabkan melemahnya harga karet. Kondisi perkebunan karet mendapat tambahan beban dengan outbreak serangan penyakit gugur daun yang menurunkan produktivitas karet. Produksi karet alam Indonesia juga mengalami penurunan sejak tahun 2018 sampai sekarang. Tahun 2017 produksi karet RI masih mencapai 3,68 juta ton. Tahun 2023 hanya 2,44 juta ton.

Ada empat faktor penyebab utama penurunan produksi. Mulai dari harga karet yang tak kunjung naik, serangan penyakit gugur daun yang menyebabkan produktivitas kebun menurun signifikan, kurangnya tenaga kerja penyadap, hingga konversi kebun karet ke tanaman lain.

Selain faktor diatas, masih ada masalah serius yang datang dari Uni Eropa. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) meminta pemerintah supaya gerak cepat mengantisipasi berlakunya Undang-undang (UU) Anti Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestasi Regulation/ EUDR). Pasalnya, salah satu aturan yang disyaratkan dalam UU itu adalah terkait geolokasi. Yaitu, menunjukkan asal usul produk dan bahan bakunya yang akan diekspor ke Uni Eropa (UE).

Data menunjukkan 92 persen produksi karet Indonesia berasal dari perkebunan rakyat. Satu per satu pabrik pengolahan karet di dalam negeri mengalami penurunan utilisasi hingga ke bawah 50 persen. Kondisi itu kemudian berlanjut hingga menyebabkan tutupnya pabrik. Tercatat selama tahun 2018-2023, ada 48 pabrik yang tutup. Jumlah pabrik yang bertahan hidup 104 pabrik crumb rubber (pengolahan karet).

Perlu menggenjot hilirisasi karet alam untuk produk seperti ban, alas kaki, ban vulkanisir, alat-alat medis dan lain sebagainya. Selain itu perkebunan karet juga yang berperan dalam menyerap karbon sangat potensial masuk pasar karbon yang bursa untuk itu sudah dibuka. Perlu revisi peta jalan di hulu dan hilir karet terkait keberlanjutan suplai dan permintaan. Semakin tinggi serapan domestik akan memberikan dampak membaik penyerapan tenaga kerja lokal dan bergairahnya kembali perkebunan karet.

Proyek infrastruktur industri hilir untuk produk-produk karet alam akan semakin banyak menciptakan lapangan kerja. Sayangnya, masih banyak jajaran birokrasi yang belum memiliki visi perkebunan sehingga mengabaikan begitu saja pembangunan kawasan klaster agroindustri terpadu sebagai langkah diversifikasi dan perolehan nilai tambah usaha perkebunan karet. 

Padahal kluster tersebut mampu menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong lahirnya UMKM di sekitar area perkebunan. Sekedar catatan, usaha perkebunan secara nasional mampu menyediakan lapangan kerja langsung.

Industri ban di kawasan Lemahabang, Cikarang, Bekasi.( dok.KOMPAS/RIZA FATHONI)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline