Catatan Arif Minardi *)
Peristiwa penutupan pabrik PT Sepatu Bata Tbk (BATA bisa jadi merupakan fenomena puncak gunung es. Sebanyak 233 buruh PT BATA harus menerima kenyataan pahit yaitu terkena PHK massal. Fenomena ini merupakan kelanjutan dari banyaknya pabrik di sektor padat karya yang tutup.
Industri alas kaki dalam tiga tahun terakhir mengalami tekanan yang luar biasa hingga tidak sanggup mempertahankan operasional usahanya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor industri kulit dan alas kaki Indonesia melemah secara signifikan sejak 2023.
Komoditas di kelompok industri ini mencakup sepatu olahraga, sepatu teknik lapangan/keperluan industri, alas kaki sehari-hari, barang dari kulit/kulit buatan, dan kulit disamak.Sepanjang 2023 volume ekspor industri kulit dan alas kaki nasional mencapai sekitar 376,2 ribu ton, turun 14,24% dibanding 2022 (year-on-year/yoy).
Seiring dengan itu, nilai ekspornya turun 15,29% (yoy) menjadi sekitar US$7,6 miliar. Jika dirinci per komoditas, penurunan kinerja ekspor paling dalam di kelompok industri ini terjadi pada sepatu olahraga. Pada 2023 volume ekspor sepatu olahraga dari Indonesia berkurang 25,15% (yoy), dan nilai ekspornya merosot 25,78% (yoy).Perusahaan alas kaki dan pakaian olahraga Nike akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 1.500 orang, kira-kira 2% dari total karyawannya.Daya saing global dan daya serap.
Nasib yang sama juga terjadi di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Kedua sektor ini sama-sama industri padat karya yang selama puluhan tahun mampu menyerap banyak tenaga kerkja.
Selama tiga tahun terakhir, industri TPT, alas kaki, kulit dan turunannya terus melakukan PHK hingga pengurangan jam kerja. Ironisnya produk impor dan penyelundupan terus berlangsung. Pemerintah kurang berdaya dan aparat kurang totalitas dalam memberantas modus penyelundupan pakaian bekas dan produk lainnya. Ibaratnya Indonesia selama ini menjadi surga bagi penyelundup, dilain pihak kondisi buruh sektor TPT, alas kaki, kulit, asesoris hingga barang-barang elektronik saat ini dalam kondisi susah dan terancam PHK.
Pada saat menjelang Lebaran 2024 yang baru lalu, mestinya para buruh sektor diatas bisa mendapatkan upah dan insentif yang lebih baik. Namun itu tidak terjadi lantaran banyaknya produk impor dan produk hasil selundupan yang sudah merajalela di toko-toko, pasar tradisional, hingga penjualan lewat online.
Mestinya Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit nasional dan daerah peduli dengan kondisi produk impor dan maraknya penyelundupan. Karena pihak pengusaha juga sangat dirugikan oleh modus penyelundupan. Semua unsur yang ada dalam Tripartit hendaknya segera melakukan aksi cepat tanggap. Kalau perlu Serikat Pekerja TPT dan alas kaki dikerahkan untuk melakukan sweeping terhadap produk selundupan. Jika eselon terkait tidak totalitas untuk mengatasi masalah itu serikat pekerja mestinya melakukan unjuk rasa besar-besaran kepada kementerian terkait.
Jika impor dikurangi hingga jumlah terendah kalau perlu dilarang dan penyelundupan diberantas habis-habisan, maka jutaan lapangan kerja akan tercipta di negeri ini. Alasan klise bahwa penyelundupan sulit diberantas karena di Indonesia terdapat banyak sekali pelabuhan tikus atau dermaga informal yang luput dari perhatian aparat. Hal itu sangat klise karena perkembangan teknologi mestinya bisa mengatasi hal itu. Kinerja pelabuhan yang resmi pun juga masih buruk dalam memberantas penyelundupan.