Lihat ke Halaman Asli

Lembur Tidak Dibayar Tidak Sama dengan Loyal

Diperbarui: 2 Juli 2022   12:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jam pulang kerja sudah terlewat. Pulang tepat waktu agar sampai rumah tidak telat. Tapi tiba-tiba Sang Bos lewat, "Kok sudah pada siap-siap pulang? Loyalitasnya mana?"

"Loyalitas", tanpa mengurangi betapa kuatnya karakter mereka yang loyal, seringkali kata tersebut justru di peyorasikan menjadi sebatas lembur yang tidak dibayar. Tak semua bos dan tidak semua perusahaan menganut sistem tersebut. Tapi harus diakui juga bahwa kata loyalitas yang berarti "diminta lembur tapi tidak dibayar" memang eksis dan mungkin sudah dinormalisasi di beberapa perusahaan.

Loyal adalah sikap, adalah karakter pokok yang penting dalam suatu organisasi (perusahaan), kelompok, ataupun hubungan antar individu. Setia dan penuh dengan dedikasi adalah kunci dari loyalitas. Konsistensi serta integritas pasti dimiliki oleh mereka yang loyal.

Karena hal tersebutlah loyalitas seharusnya muncul dari dalam diri sendiri. Loyalitas bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Faktor eksternal mungkin bisa membuat orang menjadi loyal, tetapi bukan loyalalitas lagi kalau sesuatu itu hasil dari paksaan.

Sebenarnya, lembur yang tidak dibayarpun bisa berarti loyalitas kalau ia beranjak dari kesadaran. Kesadaran bahwa jam kerjanya belum dioptimalkan untuk benar-benar bekerja makanya ia bersedia untuk over time menggantikan waktu kerjanya. Kesadaran bahwa ia mendapatkan gaji (hak) yang jauh lebih tinggi daripada beban pekerjaannya (kewajibannya).

Walaupun belum bisa dianggap normal dan wajar, tapi itu lebih masuk akal daripada sekadar dianggal loyal kalau diminta atau disuruh kerja lembur tanpa dibayar.

Pada hal yang lebih umum, loyalitas karyawan sebenarnya bisa dinilai dari bagaimana ia berintegritas pada perusahaan. Ia bekerja sekeras dan seceerdas mungkin sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. Ia bekerja dengan sejujurnya, tidak membocorkan rahasia perusahaan pada siapapun termasuk pada kompetitornya. Ia tetap memilih stay di perusahaannya alih-alih pindah ke perusahaan kompetitior. Serta mungkin ia hanya bekerja di satu tempat kerja untuk meminimalisir kehilangan fokus pada pekerjaan.

Jika seseorang "dimanusiakan" dalam bekerja, loyalitas sedikit sedikit akan tumbuh dengan sendirinya. Pekerja yang dibikin merdeka adalah salah satu modal besar untuk menumbuhkan loyalita dalam dirinya. Jika pekerja dipenuhi semua hak-haknya, loyalitas juga akan tumbuh dengan sendirinya.  Mungkin hal-hal diatas adalah privilege ditengah  banyak perusahaan yang hanya menilai pekerja sebagai sumber daya. Tapi bukan tidak mungkin ketika kondisi-kondisi diatas tercapai, produktivitas dan loyalitas perkerja meningkat yang juga berarti peningkatan performa perusahaan.

Perintah lembur tapi tidak dibayar bukanlah loyalitas. Walaupun memang ada yang lebur tetepi tidak dibayar. Bersedia lembur tapi tidak dibayar bisa berarti kesadaran. Tapi juga bisa berarti keterpaksaan, bisa berarti "pemerasan" akan hak-hak pekerja.

Orang bekerja banyak yang berprinsip bahwa time is money. Jika telat sedikit saja gaji atau bayarannya dipotong, maka sudah menjadi keadilan umum bahwa lembur juga harus dibayar.

Berhenti menormalisasi loyalitas diaktualisasikan dengan bersedia diperintah lembur yang tidak dibayar. Namun jika memang mau mendapatkan loyalitas, cukup perlakukan manusia sebagaimana manusia seharusnya diperlakukan. Tanpa banyak perintah, tanpa banyak aturan, loyalitas akan tumbuh dengan segenap kesadaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline