“Buku merupakan jendela dunia”
Salah satu quote paling sederhana tetapi memiliki makna mendalam. Salah satu pepatah yang pernah saya baca di buku diktat SD dan tetap teringat sampai sekarang. Kalimat yang memberikan motivasi untuk senantiasa dekat dan rajin untuk membaca buku.Dan memang benar, salah satunya lewat bukulah saya pada akhirnya dapat mengenal dunia lebih luas. Mengetahui dan mengenal peristiwa dan atau kebudayaan dalam dimensi ruang dan waktu yang lebih luas lagi.
Dalam tataran lain, lewat tulisan-tulisan yang dicatak di buku-buku lah kebudayaan suatu bangsa dapat berkembang dan lestari hingga melampau batas-batas generasi. Disebutkan pula, tingkat kemajuan suatu bangsa juga ditentukan oleh banyaknya jumlah buku yang di baca oleh warga masyarakatnya. Semakin banyak rata-rata buku yang dibaca oleh masyarakatnya, maka semakin maju lah kebudayaan dan peradaban bangsanya.
Cukup melegakan ketika sudah mulai muncul kesadaran akan pentingnya membaca buku. Pameran-pameran, toko-toko, dan workshop-workshop yang berkaitan dengan kepustakaan kini cukup ramai dikunjungi. Buku-buku pun semakin banyak dicari dan digemari. sebagai implikasi, selain dari jumlah yang semakin bertambah, dari segi jenis pun semakin beraneka ragam.
Semakin hari, kebutuhan akan buku sudah memiliki pola yang hampir sama dengan kebutuhan akan barang konsumsi yang lain. Membaca buku yang sudah menjadi suatu life style atau bahkan kebutuhan harus dicukupi dan dipenuhi dengan dimilikinya buku-buku. Maka tidak mengherankan jika sekarang peran kolektor buku bukan hanya diemban oleh perpustakaan melainkan sudah dimiliki juga oleh suatu lembaga atau bahkan rumah tangga.
Dalam skala rumah tangga atau pribadi, tidak semuanya telah mengganggarkan dalam durasi tertentu harus membeli sejumlah buku tertentu. Pada event-event tertentu baru ditambahkan koleksi buku. Pada acara pameran ataupun diskon harga buku, toko-toko buku lebih ramai diserbu.
Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat pola yang sama antara butuh buku dan butuh barang yang lain. Maka membeli buku pun terkadang hanya godaan harga murah sesaat daripada melihat dari aspek urgensi kebutuhannya. Urgensi kebutuhan tidak lah sama dengan kebermanfaatan. Dari sisi kebermanfaatan, membeli buku dalam jumlah yang tidak terbatas pun akan tetap bermanfaat. Urgensi kebutuhan lebih kepada tingkat keterbacaan buku yang dibeli.
Hanya karena kebetulan harga buku sedang diskon dan lebih murah, banyak buku yang dibeli tanpa berpikir sudahkah semua buku yang dirumah habis dibaca. Akankah semua buku yang dibeli nantinya dapat dibaca semuanya sampai minimal ada diskon sebelumnya?
Sebagain pasti menjawab sudah, tetapi tidak sedikit pula yang menjawab belum. Membeli buku idealnya bukan hanya asal beli banyak karena harga sedang turun atau pas punya banyak uang. Membeli buku juga harus dipikirkan tentang bagaimana menyelesaikan membaca seluruhnya.
Buku memang merupakan jendela dunia, ketika ia dibuka dan dibaca, maka berfungsilah jendela itu sebagaimana mestinya. Namun ketika ia tidak pernah dibaca, maka tak ubahlah ia hanya hiasan belaka.
Dapat membeli banyak buku itu penting, tetapi dapat menahan diri dari membeli buku karena ingin menyelesaikan membeca sebuah buku itu jauh lebih penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H