Lihat ke Halaman Asli

Arif L Hakim

TERVERIFIKASI

digital media dan manusia

Pawai FKY ke-28: Jogja Istimewa Justru Karena Dinamika Budaya di Dalamnya

Diperbarui: 24 Agustus 2016   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kontingen dalam pawai pembukaan FKY ke-28 (dok. pribadi)

Selasa (23/08/2016) sore kemarin, Jalan Malioboro ditutup. Kerumunan manusia dengan berbagai kostum mulai mengganti lalu lalang kendaraan yang biasanya memenuhi jalan legendaris di Yogyakarta ini. 

Pawai Pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) ke-28, demikian tajuk acara yang dihelat di Malioboro. Pawai ini menandai bahwa festival kebanggaan masyarakat Jogja tahun ini resmi dimulai. Festival yang didukung penuh oleh Dinas Kebudayaan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) ini akan diisi dengan berbagai kegiatan kreatif nan atraktif di Taman Kuliner Condong Catur, Sleman. 

FKY ke-28 kali ini kembali melahirkan nuansa baru. Hal tersebut sangat terlihat dengan pemilihan tema yang mengusung "Masa Depan, Hari Ini Dulu". Tema ini tentu tak asal pilih. Bagi pegiat FKY, kebudayaan diterjemahkan sebagai sesuatu yang dinamis, bukan melulu mengenai cagar budaya maupun hal-hal bersifat tradisi. Kebudayaan diekspresikan lebih luas, menjangkau horison realitas kehidupan; sosial, pendidikan, arsitektur, masyarakat urban, teknologi, seni, gaya hidup, komunikasi, hingga politik. Baik yang bersifat tangible hingga intangible. 

Dikutip langsung dari laman resmi FKY, pegiat FKY bertutur, "Gemuruh perubahan yang selalu terjadi turut berpengaruh terhadap ‘warna’ dan ‘wajah’ baru kebudayaan. Hari ini, adalah masa depan dari kemarin. Apa yang tampak pada kebudayaan saat ini merupakan akumulasi dari apa yang digagas, diinterpretasi, diantisipasi, hingga diwujudkan oleh kebudayaan sebelumnya. Lalu, apakah kesenian juga dapat menjangkau imajinasi yang lebih luas? Melihat berbagai kemungkinan-kemungkinan baru di masa mendatang mengenai kebudayaan? Di sinilah, FKY menjadi ruang untuk melacak, menggali, menggagas, hingga mengeksplorasi fenomena kebudayaan dulu dan kini, untuk ‘memacak’ masa depannya, dengan cara seni tentunya; melalui karya, ide, inovasi, cara mengapresiasi, hingga diskusi." Pegiat FKY juga berharap, bahwa apa yang disuguhkan bukan hanya sebatas ‘tontonan’ semata, tetapi juga menjadi cara pandang dan pemicu partisipasi masyarakat mengenai masa depan kebudayaan.

Kelompok HMJ Etno ISI Yogyakarta (dok. pribadi)

Interpretasi tentang dinamisnya warna kebudayaan yang diusung FKY kali ini tampak dari 38 kelompok yang mengikuti pawai pembukaan FKY. Mereka berasal dari beragam latar belakang. Dengan beragam karakter dan corak, iring-iringan pawai dimulai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali dan disambut oleh Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X di Titik Nol Km Yogyakarta. Akibatnya, Jalan Malioboro pun seakan disulap menjadi warna-warni yang sangat menarik.

Warna-warni menarik dalam pawai pembukaan FKY-28 (dok. pribadi)

Kelompok Huaton Dixie dan Badut Tejo menjadi pembuka iringan pawai. Berikutnya, perwakilan kelompok kesenian dari berbagai wilayah di DIY mengisi ruang-ruang pawai di Jalan Malioboro. Menariknya, panitia seolah memang anti-mainstream dengan mengajak kontingen-kontingen dari berbagai wilayah di Indonesia untuk berpartisipasi dalam pawai pembukaan ini. Perwakilan dari Kabupaten Belitung Timur, Kabupaten Gianyar, Provinsi Sumatera Utara, Komunitas Melanesia, ikut menandai pawai pembukaan FKY dengan berbagai ciri khasnya.

Dari pawai ini saya melihat bahwa Jogja memang terlalu istimewa sebagai rumah untuk menumbuhkan kebhinnekaan. Semoga nuansa keistimewaan Jogja tetap terawat dengan berbagai dinamika budaya yang ada di dalamnya.

Senyuman dari salah satu anggota kontingen Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa di Jogja (dok. pribadi)

Gaya salah satu peserta pawai pembukaan FKY 28 (dok. pribadi)

Senyuman salah satu peserta dari kelompok kesenian di Jogja (dok. pribadi)

Aksi kontingen Nusa Tenggara Barat dengan gendang beleq (dok. pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline