[caption id="attachment_364655" align="aligncenter" width="600" caption="Wahyudin, Tarzan Laut dari pesisir Jawa (dok. pribadi)"][/caption]
Mengenal Si Tarzan Laut Dari Pesisir Utara Jawa
“Ayo saya antar ke hutan laut,” seru lelaki berambut gondrong sambil mengayunkan ringan kakinya di depanku. Nama lelaki gondrong tersebut adalah Wahyudin, saya biasa memanggilnya Mas Din. Salah satu orang muda yang aktif mengurus kampungnya di Dusun Pandansari, Desa Kaliwlingi, Kab. Brebes.
Mas Din seolah hanya ‘numpang lahir’ di kampung kecilnya. Setelah menamatkan sekolah dasar, sejak kecil Mas Din sudah menjadi perantau di beberapa kota. Hingga berhasil menyandang gelar sarjana, Mas Din melanjutkan studi magister di kota yang sama, Jogja. Mas Din tak hanya belajar tentang budaya secara teoritis saja, melainkan mempraktekkannya melalui berbagai macam kegiatan kesenian dan hal-hal kebudayaan lainnya.
Saat Mas Din menempuh magister inilah saya bertemu dengannya secara tidak sengaja di Sanggar Nuun, sebuah sanggar teater yang sangat dicintainya.
Setelah menamatkan pendidikannya, Mas Din mengambil keputusan besar saat dia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Padahal saat itu kesempatan besar untuk hidup lebih sejahtera dengan menekuni bidang dari gelar master yang ada di belakang namanya terbuka lebar. Atau memilih jalan yang berada di dekatnya, di dunia teater. Karena Mas Din juga sudah sering diundang ke beberapa negara tetangga untuk mengajar dan melaksanakan pertunjukan teater.
Didorong rasa penasaran dengan apa yang dia lakukan, beberapa waktu yang lalu saya kembali bertemu Mas Din di Dusun Pandansari. Saya dibuat terkejut saat melihat bahwa Mas Din sekarang lebih memilih mengurus kampung daripada meniti karier di kota besar.
"Saya lebih betah di hutan bakau, ya di sini, di Dusun Pandansari. Maka kalau ada teman bertanya sekarang saya sibuk apa, saya jawab saya sedang jadi tarzan laut," seru Mas Din sambil tertawa. Saat bercerita tentang kampungnya, terlihat raut bangga dari muka Mas Din. Dengan rinci dia menjelaskan lokasi-lokasi hutan bakau yang mengerumuni kampungnya. Mas Din juga berujar tentang kampungnya yang terancam dilibas air laut karena tingkat abrasi yang semakin menjadi-jadi.
[caption id="attachment_364657" align="aligncenter" width="600" caption="Mas Din diantara rimbunnya hutan bakau (dok. pribadi)"]
[/caption]
Hidup di kampung halaman tidaklah mudah bagi seseorang yang terbiasa merantau. Perlu penyesuaian lagi dalam memulai kehidupan yang dijalani sehari-hari. Dari berbagai penyesuaian, Mas Din mengungkapkan bahwa yang cukup menantang adalah ketika mencari teman untuk berbagi kegelisahan. Karena dari sisi obrolan saja biasanya sudah tidak "satu frekuensi", apalagi membahas perihal lainnya. Ini yang dialami Mas Din dan mungkin hampir semua orang yang baru saja kembali dari perantauan.
Mas Din yang terbiasa hidup di alam kreatif kemudian membedah berbagai cara untuk membuatnya bisa betah di kampung. Salah satunya adalah dengan mencetak ‘kader’ dari anak-anak muda di sekitarnya. Mereka kemudian menjadi teman diskusi, mengurus kampung bersama-sama, dan ikut berkontribusi melestarikan hutan bakau.
Di Pandansari, hutan bakau seakan menjadi masa depan kampung. Selain untuk menangkal abrasi, hutan bakau juga rencananya akan dijadikan sebagai lokasi ekowisata andalan. Tentunya proses menuju pencapaian impian ini tidaklah mudah. Mas Din kemudian berkisah bahwa kondisi sosial dan budaya masyarakat memang sebaiknya perlu diurus lebih dahulu agar usaha konservasi bakau tidak tergilas oleh kehadiran aktivitas wisata.
Mas Din memang bukanlah orang pertama yang menggerakkan masyarakat untuk menata hutan bakau di Pandansari. Namun setidaknya kehadiran sosok eksentrik ini mampu membuat cakrawala baru di sebuah dusun paling utara di Kabupaten Brebes ini. Beberapa kali kampung kecil ini menjadi lokasi kunjungan, entah untuk penelitian atau untuk program lingkungan, mulai dari dari akademisi hingga orang-orang dari luar negeri.
Atas berbagai kegiatan yang dilakukannya, Mas Din bahkan pernah dinominasikan untuk mendapatkan penghargaan dari sebuah LSM lingkungan di Jakarta. Namun dia justru menolaknya.
[caption id="attachment_364656" align="aligncenter" width="600" caption="Mas Din saat berada di atas laut Jawa (dok. pribadi)"]
[/caption]
Saya yakin masih banyak orang seperti Mas Din di republik ini, yang mau menerapkan ilmunya untuk masyarakat di daerah asalnya. Keteguhan Mas Din seolah memberi kritik bagi para kelas menengah dan intelektual muda yang berada di kota-kota, termasuk saya. Mas Din menjadi contoh pengabdian yang bisa dijadikan teladan. Tak terbayangkan jika para perantau dengan kualifikasi mumpuni lainnya berbondong-bondong mau kembali dan membangun daerah asalnya, mungkin bangsa ini akan lebih cepat sejahtera.
__________________
Klik tulisan sebelumnya:
Pandansari; Dusun Pesisir Penjaga Bumi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H