[caption caption="Tsaqif, Nabilah, Aflach. dok.pri"][/caption]
Terus terang, saya menuliskan cerita ini dengan hati yang penuh haru. Saya sampaikan pula perasaan ini kepada teman-teman Konek (Kompasianer Nekad) Surabaya dalam sebuah grup chatting di FB.
Kisah awal bermula dari Kantor Kompasiana Jakarta yang mengharapkan setiap komunitas di blog nulis keroyokan tersebut untuk mencari sosok anak kurang mampu namun dia berprestasi. Anggota Konek pun berkumpul untuk membahas hal ini, termasuk apa ukuran prestasi yang diinginkan Kompasiana.
Saya sampaikan dalam pertemuan itu kalau menurut saya pribadi, ukuran prestasi bukanlah nilai akademik semata, namun juga kejujuran, budi pekerti dan akhlak yang mulia. Karena itulah yang justru yang akan cerah masa depan mereka.
Perkumpulan pertama kami pada 5 Oktober 2015 belum berbuah apa-apa saat grebek KPK. Kemudian dilanjutkan pertemuan kedua pada 11 Oktober 2015 di Taman Bungkul bersamaan dengan acaranya Mbak Naftalia. Saat pertemuan kedua itu setiap anggota Konek diharapkan minimal punya satu usulan.
Bu Nur Hasanah sebagai guru belum ada usulan, sedangkan Mbak Tamita dari Madiun sudah ada pandangan namun tidak sreg karena alasan tertentu dan Mbak Nafta punya pandangan anak-anak yatim yang dia santuni selama ini namun dari segi prestasi beliau kurang tahu persis.
[caption caption="Rapat Konek di Taman Bungkul. dok,pri"]
[/caption]
Nah, saya yang sejak pertemuan pertama hunting mencari informasi ke beberapa tempat baik online maupun offline justru baru dapat info pada detik-detik terakhir sebelum pertemuan di Taman Bungkul berlangsung.
Saya mencoba bertanya kepada seorang guru madrasah di sebuah masjid tempat saya mengisi pengajian rutin setelah subuh kawasan Granting. Darinya saya dapat sebuah nama anak yatim piatu perempuan bernama Nabilah yang masih kelas 6 SD. Akhirnya anak ini yang saya usulkan saat pertemuan kedua tersebut, namun saya sendiri belum tahu kondisi riilnya.
Untuk memastikan kondisi sebenarnya yang menyatakan anak tersebut tidak mampu, saya meminta alamat kepada Ustadz Fathurrahim sebagai guru Madrasah NU Baitul Amin Karang Empat tempat sekolah Nabilah. Ketika guru tersebut memberi alamatnya, perasaan saya tidak karuan. Maksud saya, karena tertulis alamat jalan Kenjeran No 130 Surabaya.
Setahu saya di jalan Kenjeran adalah rumah-rumah besar dan pergudangan. Jangan-jangan ini anak ini yatim piatu namun dia mampu dari segi finansial. Begitulah perasaan yang bergelayut dalam pikiran saya.