Lihat ke Halaman Asli

Arif Khunaifi

TERVERIFIKASI

santri abadi

Pancasila dan Modal Tawakal Profesional untuk Daulat Finansial

Diperbarui: 31 Mei 2020   08:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumen Pribadi

Ada satu hal penting yang membuat kita saat ini harus mempunyai kekuatan tawakkal maksimal dan profesional. Ya, wabah pandemi Covid-19 atau lebih dikenal oleh masyarakat umum dengan Virus Corona yang melanda seluruh belahan dunia membuat perekonomian seluruh elemen pontang-panting, kocar-kocir dan entah bagaimana bahasa yang pas untuk menggambarkan ketidakpastian serta lesunya ekonomi dunia.

Hal ini tentu berdampak juga kepada kita bangsa Indonesia hampir secara merata. Dampak bagi masyarakat menengah kebawah khususnya juga sangat luar biasa. Penghasilan sehari-hari menurun drastis, bahkan kadang tidak ada pemasukan sama sekali. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga terjadi dimana-mana.

Tanpa punya modal tawakkal yang profesional sebagai manifestasi keyakinan pada sila pertama dalam Pancasila, maka akan sulit untuk daulat finansial. Bisa dipastikan juga akan mengalami depresi akut yang menjadikan imunitas tubuh justru menurun. Jika imunitas tubuh menurun, berbagai macam virus dan penyakit akan mudah masuk. Begitulah kira-kira urutan logisnya. Sebaliknya jika iman kuat, imun juga akan menguat.

Tawakkal memang berkait erat dengan iman. Yakni mewakilkan secara total apa yang menjadi hajat hidupnya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sang Pencipta. Tidak mau tergantung kepada bantuan pemerintah maupun manusia. Yakin sepenuh hati jika takdir kontrak hidup masih ada, maka rezeki pun tetap cukup dan masih akan terus mengalir. Berupa apa saja dan entah dari mana saja.

Namun yang menjadi masalah adalah lemahnya iman keyakinan manusia di akhir zaman. Sebuah hal yang sudah pernah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw.

"Yang amat sangat aku khawatirkan atas umatku adalah besarnya perut, banyak tidur, rasa malas dan lemahnya keyakinan." (Hr. Daruquthni)

Dari sabda Nabi di atas, kita juga belajar bahwa tawakkal profesional yang benar itu harus dibarengi dengan usaha optimalisasi gerak kecerdasan diri sebagai bentuk ikhtiar. Ibarat uang, tawakkal dan ikhtiar adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Jika satu sisi uang itu tidak ada, maka tidak akan laku. Tidak berguna sebagaimana layaknya.

Mempunyai modal tawakkal tetapi malas bergerak itu seperti burung yang salahsatu sayapnya tidak mau bergerak mengepak. Bisa dipastikan burung itu akan kesulitan untuk terbang. Tidak bisa naik secara maksimal. Begitu pula sebaliknya, jika siang malam bekerja mengedepankan akal tanpa disertai modal tawakkal akan mudah alami gangguan psikologis. Jiwanya keropos dan mudah ambyar.  

Ajaran agama kita dan Pancasila mengajarkan keseimbangan lahiriyah dan bathiniyah, syariat dan hakikat, akal dan tawakkal agar kita semua hidup sehat, sejahtera dan bahagia tidak hanya di dunia saja. Tapi juga sampai kelak di alam akhirat yang selamanya tidak ada batasnya.

Dan yang harus menjadi catatan, jika kita mampu melakukan tawakkal profesional, sudah menjadi kewajiban kita untuk menafkahkan sebagian rezeki yang telah Tuhan anugerahkan. Kita berikan kepada orang lain yang membutuhkan bantuan. Untuk mengamalkan sila kedua dalam Pancasila yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Jadi, jika kita berusaha sekuat tenaga untuk mampu dan bisa bertawakkal profesional itu berarti bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, namun juga berfaedah bagi orang lain. Dari sinilah Persatuan Indonesia sebagai sila ketiga dalam Pancasila akan otomatis terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Guyup dan rukun dengan tetangga akan saling menguatkan persaudaraan dan ekonomi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline