Di tengah perkembangan ekonomi dan peningkatan kesadaran akan pola makan sehat, konsumsi daging masyarakat masih tergolong rendah. Berbagai faktor mempengaruhi hal ini, mulai dari kebiasaan budaya hingga pertimbangan kesehatan. Banyak masyarakat yang lebih memilih sumber protein nabati, seperti tempe dan tahu, sebagai alternatif yang lebih terjangkau dan berkelanjutan.
Di beberapa daerah, termasuk wilayah Kabupaten Pasuruan konsumsi daging memang masih dianggap sebagai barang mewah, sehingga hanya dikonsumsi pada kesempatan tertentu, seperti perayaan atau acara khusus. Berdasarkan data BPS tahun 2023 Angka konsumsi daging sapi per kapita per minggu hanya 0,01 kg setara Rp 1100 per kapita per minggu. Sementara konsumsi daging ayam hanya 0,1 kg atau setara Rp 2150 per kapita per minggu.
Konsumsi protein dari daging memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan tubuh. Protein adalah salah satu makronutrien yang esensial, yang berfungsi sebagai bahan dasar untuk membangun dan memperbaiki jaringan tubuh, termasuk otot, kulit, dan organ. Daging, sebagai sumber protein hewani, mengandung asam amino esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh dan harus diperoleh melalui makanan.
Daging merah, seperti sapi dan kambing, kaya akan zat besi heme yang lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan dengan zat besi non-heme yang terdapat pada sumber nabati. Zat besi sangat penting untuk produksi sel darah merah dan mencegah anemia. Selain itu, daging juga mengandung vitamin B12, yang krusial untuk fungsi saraf dan pembentukan sel darah merah.
Namun, penting untuk mengonsumsi daging dengan bijak. Memilih potongan daging yang lebih lean atau rendah lemak, dan mengimbangi dengan banyak sayuran dan sumber karbohidrat sehat, dapat membantu menjaga pola makan yang seimbang. Dengan demikian, konsumsi protein dari daging dapat mendukung kesehatan secara keseluruhan, dibutuhkan dalam masa tumbuh kembang, memberikan energi, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Di sisi lain ada hal yang cukup memprihatinkan, data BPS 2023 juga menyebutkan bahwa pengeluaran rokok masyarakat Kabupaten Pasuruan adalah sebesar Rp. 21605 per kapita per minggu. Jika kita bandingkan dengan angka konsumsi daging tadi, angka ini lebih tinggi hampir 20 kali lipat. Menurut penelitian, angka merokok lebih tinggi di kalangan kelompok sosial ekonomi rendah. Keprihatinan yang mendalam muncul dengan kita melihat fakta tersebut. Masyarakat miskin masih menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk konsumsi rokok. Dalam situasi ekonomi yang sulit, di mana kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan seharusnya menjadi prioritas utama, pengeluaran untuk rokok justru menjadi beban tambahan yang mengkhawatirkan.
Dengan rendahnya konsumsi daging, muncul peluang untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi seimbang. Pendidikan tentang pola makan sehat dapat membantu masyarakat memahami manfaat dari berbagai sumber protein, baik hewani maupun nabati, juga tentang bahaya rokok. Ini tidak hanya baik untuk kesehatan individu dan keluarga, tetapi juga untuk pertimbangan ekonomi keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H