Lihat ke Halaman Asli

Muh Husen Arifin

Universitas Pendidikan Indonesia

Toilet yang Merdeka

Diperbarui: 18 Agustus 2022   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sebelum angin menjauhkanku dari dingin
aku merangkum dalam diam tanpa kalam
aku  berharap sekelebat cahaya bukan lilin
mendekapku, membisik cerita terdalam

sembari berseloroh, puaskanlah di sini
perut harus kosong agar insiprasi
mengalir dari kepala ke kaki-kaki

lalu ada bisikan lirih, hidup hanya
lantunan penuh teka-teki, sungguh perih
untuk semua asa tersimpan di jendela
sudahi atau waktu-waktu berlari
meninggalkan tubuh ini
yang tak memerdeka, tak berjeda

aku hendak mengguyur sepelan
pelannya, tetapi ada tegurmu, tertelan
sudah semua mimpi, tertanam
paling dasar, untuk apa geram

pada berita bermuslihat
pada lidah bersilat
pada pangkat-pangkat tak bermartabat
aku duduk menonton di toilet
yang memerdekakan siapa saja untuk berhajat

Bandung, 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline