Lihat ke Halaman Asli

Arifin BeHa

TERVERIFIKASI

Wartawan senior tinggal di Surabaya

Max Margono, Wartawan yang Pandai Membina Hubungan

Diperbarui: 20 Mei 2022   07:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Max Margono bersama istri dan seorang cucu (Dok.Keluarga)

TEBUIRENG -Jombang, pertengahan Januari 1984. Bakda shalat Isaya, bangsal tengah pondok pesantren sedang berkumpul para tokoh Nahdlatul Ulama (NU), antara lain, KH. Machrus Ali, KH. Abdurrahman Wahid, M. Zamroni, Said Budairi, dan Masdar Farid Mas'udi. Mereka sedang menunggu kedatangan Mahbub Junaidi.

Wartawan dari berbagai suratkabar ikut nimbrung. Menunggu sebuah acara tunggal, yang disebut-sebut sebagai "baiat". Para tokoh ini sebenarnya sudah bertemu pada Munas Alim Ulama bulan Desember 1983 di Situbondo. Malam itu mereka berkumpul sekadar untuk menyatukan tekad.

Di sela-sela acara saya melihat Pak Max Margono, wartawan Harian Kompas duduk mendampingi KH. Abdurrahman Wahid yang biasa disapa Gus Dur. Pak Max memegang botol cairan obat tetes mata. Cairan itu diteteskan ke pelupuk mata Gus Dur. Sebentar-bentar Gus Dur menyantap buah durian.

Beberapa kali diteteskan, barulah berhenti setelah Mahbub Junaidi memasuki ruangan. Para wartawan, termasuk saya, sibuk mencatat acara. Sementara Pak Max Margono tetap duduk di samping Gus Dur.

Bagi saya, aksi mengobati mata Gus Dur merupakan keheranan yang kedua. Yang pertama, saat berlangsungnya Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Asembagus, pada bulan Desember 1983.

Melalui Munas ini, kiprah duet Achmad Siddiq dan Abdurrahman Wahid diakui secara luas dan semakin memantapkan posisi kepemimpinan mereka dalam Muktamar NU tahun 1984.

Untuk mengirim berita, wartawan harus mendatangi kantor Telkom di Situbondo -ibu kota Asembagus. Pak Max Margono dengan senang hati mengantar para wartawan. Tidak sekadar mengantarkan, dia rela menunggu untuk kemudian membawa kembali ke Asembagus. Mobil dinas Kompas, Daihatsu Taft warna biru diisi lebih dari lima orang.

Saya heran. Di Asembagus maupun di Tebuireng tidak melihat Pak Max Margono mengetik berita. Tapi harian Kompas (edisi hari berikutnya) selalu menayangkan tulisan beliau. Inisialnya "mm", kepanjangan dari Max Margono.

Pandai membina hubungan

Keistimewaan seorang Max Margono adalah kemampuannya mengorganisir yang membuat orang lain nyaman, terutama relasinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline