D. Zawawi Imron, budayawan berjuluk Si Cerulit Emas Sabtu pagi (16/9/2017) berada di Stasiun Gambir, Jakarta. Ia tidak merasa cemas meskipun KA Argro Bromo Anggrek Pagi yang akan membawanya ke tujuan akhir Stasiun Pasarturi Surabaya terlambat masuk, hampir satu jam lamanya.
"Saya yakin kereta akan datang. Persoalannya adalah terlambat saja" ujar Zawawi saat menelepon saya sekira pukul 10.15 WIB. Suaranya tetap jernih, terlebih logat bahasa Madura-nya masih kental. Dia paling senang menggunakan frasa "saya yakin" dan "persoalannya adalah."
Dalam rentang satu bulan -Agustus dan September 2017, setidaknya sudah tiga kali Zawawi pergi-pulang menggunakan jasa kereta api eksekutif ini. Di usia 72 tahun, Zawawi jika bepergian selalu ditemani oleh cucu keponakan atau anak asuhnya secara bergantian.
Saat memasuki stasiun Gambir, Zawawi bercerita kepada cucu keponakannya, bahwa dirinya punya santri seorang guru MAN di Sulawesi yang ahli bidang kurikulum. Tahun 2014 santri ini dipindah ke Jakarta menjadi seorang penatar kurikulum. Karirnya terus menanjak, bahkan saat ini menduduki salah satu Kasubdit (eselon 3) di Kementerian Agama RI.
Masih melaui telepon Zawawi cerita kepada saya, pembicaraan dengan cucunya baru berjalan satu menit, tiba-tiba ada seseorang datang dan menyalami Zawawi. Ternyata dia adalah DR Basnang Said, orang yang sedang dibicarakan. Sesuatu yang terjadi tidak jauh beda dengan yang ada dalam pikiran dan perasaan Zawawi.
"Subhanallah. Orang yang saya bicarakan dengan cucu tadi hendak tugas ke Purwokerto. Ini kekuatan pikiran bawah sadar." tutur penyair yang beken dengan puisi berjudul "Ibu" ini sangat antusias. Perjumpaan tanpa sengaja dengan santrinya -Basnang Said itu sengaja disampaikan melalui telepon, bukan tanpa alasan. Justru dia merespon pesan tertulis yang saya sampaikan sehari sebelumnya.
Hari Jumat pagi (15/9/2017) saya memang menulis pesan berantai secara terbatas, isinya sebagai berikut:
"Jika visi dan tujuan kita sebagai muslim di jalan cinta pejuang ini jelas, seluruh alam semesta yang bertasbih memuji Allah pasti akan membantu kita. Tapi jika tujuan kita kabur, maka yg diminta membantu pun jadi bingung. Bahkan yg sangat ingin membantu pun tak tahu; apa yg bisa dibantu, kapan harus membantu, dan bagaimana caranya membantu.
Contoh, "Besok, saya mau bangun pagi-pagi!" Pagi-pagi itu jam berapa? Maksudnya tidak jelas. Coba umumkan ingin bangun jam 03.30 WIB, maka weker akan disetel jam segitu. Se-isi rumah akan membangunkan jika tiba waktunya, sebab semuanya jelas.
Ucapkan, "Saya bangun jam 03.30!" beberapa kali menjelang tidur, insyaAllah Anda akan bangun tepat jam itu, meski tanpa weker. Jadi, bawah sadar kita pun bekerja jika semuanya spesifik dan jelas."
Ini sebuah risalah yang saya kutip dari buku karya Salim A. Fillah berjudul "Jalan Cinta Para Pejuang." Tulisan tersebut kemudian tersebar lewat WhatsApp dan aplikasi Catfiz mesenger.