NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia harga mati, maka ibadah pun harus sampai mati.
Loh, kayaknya Anda rada-rada bingung. Begini, saya sedikit jelaskan. Khatib Salat Idul Fitri 1 Syawal 1438 H, Farid bin Muhammad Al-Bathothy, Lc.M.Pd.I, di halaman Masjid Al Muslimun Rungkut Barata Surabaya, (Minggu, 25/6/2017) mengajak umat Islam agar merenungi sukses ibadah puasa bulan Ramadhan yang baru saja terlewati.
Merenungi itu artinya ber-muhasabah, apa saja yang sudah dikerjakan di bulan suci itu supaya ditingkatkan lagi. Jadi, puasanya, ya dilanjutkan. Shalat malamnya, ya terus ditingkatkan. Baca kita suci al-Quran pun jangan terhenti. Kata ustadz Farid, kalau ada istilah NKRI harga mati, maka ibadah-ibadah yang tadi disebut juga harga mati. Nah, saya terjemahkan, ibadah harga mati itu sama halnya beribadah sampai mati!
Sekalipun bulan Ramadhan sudah berlalu, akan tetapi amal perbuatan seorang muslim tidak boleh terputus dari ibadah puasa. Setidaknya ada 3 puasa sunnah yang dianjurkan, yaitu puasa enam hari di bulan Syawal, puasa tiga hari setiap bulan Qamariyah dan puasa Arafah tanggal 9 Dzul Zijjah. Sementara itu jika salat tarawih atau salat malam setelah bulan Ramadhan, maka dianjurkan agar shalat malam tetap setiap malam. Diantara salat yang disunnahkan adalah salat rawatib, yakni salat yang dilakukan sebelum dan sesudah shalat wajib.
Ketika umat Islam rajin membaca al-Qur’an pada bulan Ramadhan, hendaknya juga rajin membacanya setelah ramadhan. Al Qur’an harus senantiasa dibaca pada bulan-bulan selain ramadhan.
“Jadikan al-Qur’an sebagai wirit harian kita, tiada hari tanpa membaca al-Qur’an. Karena al-Qur’an itu sebagai cahaya, pedoman hidup dan memberi petunjuk ke jalan yang lurus” demikian seruan Farid bin Muhammad.
Kutbah diatas sungguh memberikan pelajaran besar. Substansinya, beribadah itu selain memiliki kuantitas harus juga punya kualitas.
Hikayat Ahli Tebang
Dua hari menjelang Idul Fitri 1438 H saya memasang tulisan di akun instagram @arifinbh cerita hikayat “Dua Ahli Tebang.”
Di sebuah hutan lebat, hidup dua orang ahli tebang. Ahli pertama selalu bangun pagi lebih awal dan langsung memulai pekerjaan menebang. Setelah selesai menebang pohon pertama, dengan sigap dia pindah ke pohon berikutnya dan seterusnya. Dia tak kenal lelah dan tak kenal istirahat. Bahkan ketika senja tiba, dia masih menyempatkan menebang beberapa pohon.
Sedangkan ahli tebang kedua tidak bekerja sebagaimana ahli pertama. Dia juga bangun pagi tapi lebih memilih untuk menemui keluarganya terlebih dahulu dan berdoa sebelum memulai kerja. Di sela-sela pekerjaannya dia pun menyempatkan waktu beristirahat dan sebelum senja telah menyelesaikan semuanya.