Sewaktu membaca spanduk “Pelatihan Shop Online & Ngaji Internet Marketing” milik Biro Pembinaan Generasi Muda Yayasan Masjid AL Muslimun, Rungkut Barata Surabaya, diam-diam saya ikut senang. Ngaji internet tergolong sesuatu hal baru, lebih-lebih acaranya diprakarsai oleh kaum muda.
Guna memberikan semangat kepada panitia, saya berusaha mencarikan suvenir untuk doorprize yang dibagikan di ujung acara sebagai bentuk apresiasi.
Sudah jelas geliat bisnis di sektor online merupakan salah satu perkara besar yang dapat memberi efek pengganda terhadap perekonomian. Oleh karena itu saya patut memberikan apresiasi. Persoalan rumitnya adalah, bagaimana memberikan motivasi sekaligus pemahaman agar bisnis model ini harus segera dimulai.
[caption caption="Peserta ngaji internet marketing saling berdiskusi tentang bisnis online"][/caption]
Ada sekitar 50 orang peserta mendapatkan pendampingan oleh pelaku usaha yang berdomisili di sekitar masjid. Beberapa pelaku usaha tersebut ada sebagai produsen, ada sebagai reseller. Mereka rata-rata berbinis daring (dalam jaringan-online), sehingga banyak pelajaran bisa ditarik dari sesi “ngaji internet” hari Minggu (17/4) lalu. Saling berbagi menemukan jalan kebenaran.
Di pojok pilar masjid, seorang remaja duduk tercenung. Dia mengaku sudah punya akun beberapa media sosial, mulai dari Facebook, Twitter, Line, Path, dan bahkan Instagram. Antara serius dan tidak dia melontarkan pertanyaan begini, “Apakah ini boleh dikatakan sudah mulai?” Saya menjawabnya dengan ilustrasi cerita berikut ini.
Di sebuah ladang subur, terdapat dua buah bibit tanaman. Bibit pertama berkata;
“Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku sangat dalam di tanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku di atas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku, menyampaikan salam musim semi. Lalu aku merasakan kehangatan matahari, serta kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku”
Tidak lama kemudian bibit pertama ini pun tumbuh, makin menjulang….
Bibit kedua berkata lirih (baca, bergumam);
“Aku takut. Jika kutanam akarku ke dalam tanah ini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah di sana sangat gelap? Dan, jika kujulangkan tunas-tunasku ke atas, bukankah nanti keindahan tunasku akan hilang? Tunasku nanti pasti terkoyak. Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka dan siput-siput mencoba memakannya. Lalu, jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil pasti berusaha mencabutku dari tanah. “Tidak! Akan lebih baik jika aku menunggu sampai semua aman”