Lihat ke Halaman Asli

Diskusi Hangat dari Desa Rangkat: Tahun 2011 Perang Melawan Kebohongan Pemerintah

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah 9 orang para tokoh atau pemimpin antar lintas umat beragama telah sepakat mencanangkan tahun 2011 sebagai tahun melawan semua kebohongan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyatnya. Paling tidak terdapat 9 kebohongan lama dan 9 kebohongan baru yang telah dilakukan pemerintah selama ini. Antara lain mengenai jumlah angka kemiskinan, kasus bank century dan kasus mafia pajak atau lebih terknal sebagai kasus gayus.

Entah secara kebetulan atau sengaja dengan menyebut angka 9 tiga kali berturut-turut yang konon angka kesayangan atau bahkan angka keberuntungan pak Beye yang masih erat dengan kepercayaanterhadap mitos keistimewaan angka 9. Apakah dengan ‘menyerang’ pak Beye menuduh melakukan kebohongan itu merugikan atau justru menguntungkan secara tidak langsung sebagai iklanpromosi yang justru menaikkan pencitraannya selama ini ?

Dalam kasus jumlah angka kemiskinan yang konon terdapat dua versi, yaitu menurut versi Badan Pusat Statistik dan menurut bank dunia terdapat perbedaan yang tentunya cukup signifikan menunjukkan adanya indikasi kebohongan. Sampai-sampai hal ini sempat disatir dan disitir oleh seorang pakar komunikasi yang kebetulan menguasai seni comedian, dengan gaya kocaknya mengatakan bahwa jumlah angka kemiskinan memang menurun. Tetapi dalam pengertian menurun diwariskan kepada anak cucu bangsa dari generasi ke generasi berikutnya.

Bagi rakyat awam tentu tidak tahu banyak dari seluruh kebohongan tersebut, baik jumlahnya maupun jenis-jenis kebohongan yang dimaksud. Di lain fihak mungkin masih banyak jenis kebohongan yang dilakukan pemerintah, tetapi tidak atau belum terungkap atau sengaja ditutup-tutupi oleh fihak-fihak tertentu dengan berbagai alasan. Alasan yang bersifat politik, ekonomi social, hukum atau apapun namanya . Tetapi sebenarnya ada suatu kebohongan atau pembohongan publik yang justru terus tumbuh subur, paling tidak menurut pandangan kacamata orang awam yang tentunya tidak faham.

Hal itu pernah menjadi topik diskusi jalanan orang awam atau komunitas akar rumput. Salah seorang diantaranya sebut saja namanya pak Pandir, pada suatu hari mengungkit masalah masa lalu yang menurutnya mengandung unsur pembohongan publik atau paling tidak pembodohan suatu umat beragama. Dengan berapi-api penuh semangat pak Pandir melontarkan suatu masalah tentang ketidak adilan berusaha yang menurutnya juga ada unsur pembohongan, berikut ini liputannya :

Anda tentu masih ingat tentang kasus Budha Bar beberapa waktu yang lalu kan ?, begitu pak Pandir memulai aksinya membuka forum dialog jalanan komunitas akar rumput di suatu tempat pos ronda siskamling di desa Rangkat bersama teman-temannya yang merasa senasib sepenanggungan dan seperjuangan meniti karir kehidupan sebagai rakyat kecil yang ‘elit’ ekonomi sulit.

Bar adalah suatu cabang usaha yang umumnya menyajikan berbagai minuman, mungkin dapat digolongkan dalam industri pariwisata karena keberadaannya yang ada kaitannya dengan hotel, kafe yang menunjang atau melengkapi daerah pelesiran. Terlepas dari yang disajikan adalah minuman keras yang hukumnya haram bagi penganut agama tertentu, minuman ringan atau mungkin juga minuman jamu yang masing-masing jenis minuman mempunyai penggemar tersendiri.

Budha Bar sebagai salah satu nama bar yang berada di ibukot negara, konon diprotes sebagian masyarakat yang nota bene adalah para umat beragama Budha yang keberatan nama agama diusung sebagai alat promosi iklan usaha suatu bar yang dapat digolongkan kedalam perbuatan menistakan agama.Kalaupun dianggap sebagai materi promosi iklan agaknya juga tidak terlalu tepat, mengingat jumlah umat beragama budha yang minoritas tentu tidak cukup signifikan dikatakan sebagai konsumen suatu minuman yang dijual di suatu bar.

Entah bagaimana kisah konflik pada waktu itu berkaitan dengan budha bar yang bubar, sebagai penistaan agama atau persaingan usaha industri pariwisata. Sepertinya tidak pernah ada kejelasan bubar melalui sidang peradilan tentang penistaan agama atau sidang peradilan oleh komisi penyelesaian persaingan usaha atau budha bar bubar oleh karena tekanan sebagian masyarakat.

Di lain fihak ada jenis usaha yang juga mengusung nama agama sebagai nama dalam industri perbankan, yaitu sebut saja islamic Banking (iB), dengan sejumlah bank syariah yang bernaung didalamnya. Entah apa istimewanya bank syariah dibanding dengan bank konvensional lainnya, banyak orang awam yang tidak faham. Bahkan mungkin ada yang beranggapan sebagai bagian dari ritual agama, disebut yang halal dalam menginvestasikan uang karena konon bank syariah tidak memungut bunga (rente) yang dianggap haram bagi umat beragama islam.  Namun mungkin dalam bentuk dan istilah lai yang 'dikaburkan' dengan istilah budaya bahasa arab yang menjadi bahasa pengantar suatu agama mayoritas di negeri ini.

Begitu diyakininya bahwa manajemen syariah sebagai bagian dari ritual agama yang diyakini pula sebagai perbuatan amal yang halal, tidak mengherankan kini marak berbagai bidang usaha yang mengusung manajemen syariah, Selain bank syariah kini ada asuransi syariah, pegadaian syariah dan bahkan hotel syariah. Secara tidak langsung masyarakat awam kini banyak tertarik dengan cara-cara ‘promosi’ dengan mengatas namakan manajemen syariah.

Kalau trade mark syariah ini dianggap diyakini sebagai upaya promosi, bukan tidak mungkin hal ini justru merupakan upaya pembodohan umat yang dapat pula digolongkan sebagai tindakan pembohongan atau kebohongan publik. Mengingat bahwa mayoritas rakyat atau masyarakat adalah pemeluk agama yang erat kaitannya dengan istilah syariah tersebut. Sehingga masyarakat terhipnotis masal atau berjamaah beralih menjadi nasabah atau konsumen yang memakai nama syariah. Hal ini dapat diartikan sebagai persaingan usaha yang tidak sehat atau promosi yang sesat.

Oleh karena itu perlu adanya pertimbangan adanya uji materi, testimony atau apapun namanya untuk memahami secara benar tentang arti manajemen syariah. Antara lain dengan mengharapkan adanya suatu keberanian untuk mendirikan cabang usaha yang memakai nama syariah yang mungkin dianggap kontroversial. Misalnya Islamic bar, Islamic café, syariah bar dan syariah café, Islamic spa, syariah spa, dll.Apalagi kini sudah ada hotel syariah, maka keberadaan cabang usaha yang erat kaitannya dengan hotel pada umumnya, mungkin sah sah saja diberi lebel syariah.

Kalau seandainya masyarakat tidak berkeberatan dengan adanya cabang usaha yang berhubungan dengan hotel diberi lebel syariah, maka keberadaan Budha Bar perlu dipertimbangkan untuk ditinjau ulang dan berdiri lagi sebagai cabang usaha yang juga ada kaitannya dengan suatu hotel atau tempat pelesiran (pleasure) atau industri pariwisata pada umumya.

Sebaliknya kalau seandainya masyarakat berkeberatan terhadap lebel syariah melekat dengan cabang usaha yang dianggap kontroversial itu, maka semua cabang usaha yang memakai istilah syariah atau berbau agama harus bubar, batal demi hukum dan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Begitu pak Pandir mengakhiri diskusinya dengan tetap penuh semangat meski beberapa hari terakhir ini tidak makan sambal akibat mahalnya harga cabe. Sambal sebagai simbol makanan rakyat kecil malah membuat susah kehidupan rakya kecil.

Tags : bank syariah, budha bar, islamic banking, industri pariwisata, promosi, iklan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline